Thursday 11 April 2019

WASPADA PRILAKU BULLYING!



#JusticeForAudrey 

Assalamualaikum sahabat whoopys! Apa kabar? Semoga selalu dalam keadaan sehat ya! :) aamiin!

       Saya ingin membahas tentang berita yang belakangan ini sedang viral banget nih, kalian pasti sudah dengar beritanya, karena sudah hampir seminggu berseliweran di linimasa sosial media seperti facebook, twitter dan instagram. Ya, berita tersebut yakni tentang Audrey (14) siswi SMP yang menjadi korban bullying beberapa siswi SMA di Pontianak Kalimantan Barat. Dikutip dari sejumlah media berita online, dugaan sementara yang beredar, Audrey dikeroyok dan dianiaya oleh 12 orang siswi SMA karena masalah lelaki. 

      Pertama kali saya melihat berita ini sebenarnya melalui twitter, kemudian saya membaca beritanya dan menurut saya kejadian ini benar-benar sangat menampar wajah pendidikan kita dan prilaku remaja yang bukan lagi dapat dikatakan sebagai kenakalan, tapi lebih ke tindakan kriminal. Bayangkan, seorang anak SMP dipersekusi oleh beberapa orang siswi SMA dengan cara dikeroyok, dipukuli, dibenturkan kepalanya ke aspal dan kabarnya alat vital korban juga mendapat pukulan, di beberapa media arus utama bahkan disebutkan lebih keji lagi, yaitu di "colok" dengan tujuan agar si korban tidak perawan lagi (walaupun saat ini, setelah keluar visum, dugaan tersebut tidak terbukti seperti apa yang diberitakan, tapi nanti kita bahas tentang kronologi yang dijelaskan oleh pihak berwajib). Kejadian tersebut tentunya memantik emosi dari para netizen Indonesia, sehingga muncul tagar #JusticeForAudrey yang sempat menjadi trending topik twitter dengan lebih kurang 500rbu cuitan. Setelah menjadi perbincangan hangat di media sosial, beberapa saat setelah itu, muncul petisi di change.org dengan judul yang sama yang ditujukan kepada KPPAD Pontianak, pemerintah, dan pihak terkait yang berwenang untuk dapat mengusut secara tuntas kasus tersebut, dan hingga saat ini petisi tersebut sudah ditanda tangani lebih kurang oleh 3jt orang.

       Saya bisa katakan bahwa perbuatan anak-anak SMA tersebut sungguh biadab. Sharusnya mereka bisa jadi kakak yang baik buat adik kelas nya yang masih SMP, namun hanya karena hal sepele dan egoisme dari para pelaku, kekerasaan menjadi satu-satunya jalan yang dianggap dapat menyelesaikan masalah.

     Memang bullying ini sudah seperti fenomena gunung es, yang muncul dipermukaan hanya sebagian kecil dari keseluruhan kasus yang ada. Kasus yang di blow-up media hanya sebagian saja dari mungkin ratusan kasus yang ada. Tidak hanya cidera fisik, namun kabar tentang remaja yang meninggal karena bullying juga banyak.

      Saya merupakan salah satu orang yang sangat concern dan aware dengan prilaku bullying ini, karena saya melihat potensi dari prilaku bullying ini sangat destruktif bagi psikologis orang yang mengalaminya. Jika dilihat dari sudut pandang korban, bullying ini menjadi hal yang sangat traumatis, bahkan bisa dikatakan "luka" yang digoreskan tidak akan pernah hilang sampai kapanpun.

      Lalu bagaimanakah prilaku bullying ini dapat kita kenali? Apa alasan seseorang melakukan bullying? dan mengapa terjadi bullying?

Dikutip dari artikel yang berjudul "The Psychological Effects of Bullying on Kids and Teens" yang ditulis oleh Ann Steele, Bullying tidak hanya tindakan dengan stereotype anak yang lebih dewasa menghajar anak yang lebih lemah, atau dalam hal ini kakak kelas yang menindas adik kelas nya. "Bullying is a multifaceted behaviour that shifts with the situation, the people involved, the time and place." Bullying merupakan prilaku beragam tergantung kepada situasi, orang yang terlibat, waktu dan tempatnya. Centers for Disease Control dan Prevention menjelaskan bullying sebagai: "hal yang tidak diinginkan, prilaku agresif yang dilakukan oleh seseorang yang berada pada usia sekolah yang dialami secara nyata atau merasa adanya ketidakseimbangan kekuatan. Perilaku tersebut berulang, atau memiliki potensi untuk diulangi terus menerus." Berdasarkan definisi tersebut, bullying melibatkan beberapa faktor, yaitu:
  1. Prilaku ini tidak dikehendaki oleh orang yang terkena bullying.
  2. Bullying biasanya terjadi pada anak usia sekolah, meskipun prilaku bullying ini ditemukan pada berbagai usia, secara teknis, definisi dari pembully/tukang bully melibatkan anak-anak yang berhubungan dengan tindakan tersebut.
  3. Pembully dan korban bullying, dalam hal ini keduanya dipahami bahwa si pembully memiliki kekuatan yang lebih, bahkan dalam faktor lain bisa dibilang memiliki kekuatan yang "sama" atau setara. Tentu saja, dalam beberapa kasus, pembully memiliki fisik yang lebih besar, lebih kuat, lebih tua/dewasa, memiliki banyak teman, dan lain sebagainya, yang memimpin kearah ketidakseimbangan kekuatan secara nyata atau bisa hanya sekedar merasakan hal tersebut.
  4. Pembully juga melakukan bullying berulang-ulang, atau ketika ada kesempatan untuk melakukan hal tersebut kepada si korban.
     Tapi apakah bullying hanya terbatas pada tindakan fisik? ternyata tidak. PACER's National Bullying Prevention Center mengungkapkan bahwasannya "ketika bullying dapat dikatakan sebagai kekerasan fisik dan mudah dikenali, sebenarnya bullying juga dapat muncul tanpa disadari melalui gosip, smartphone atau internet, yang menyebabkan kerusakan mental."

     Berdasarkan beberapa penjelasan tentang bullying tersebut, sebenarnya dapat kita tarik kesimpulan bahwasannya bullying itu bisa menimpa siapa saja sebenarnya, namun secara teknis, biasanya dan yang sering terjadi yakni pada usia sekolah. Bullying juga tidak sebatas kekerasan fisik, namun juga bisa menyerang psikis baik verbal melalui ucapan secara langsung, maupun lewat media sosial, internet dan sebagainya. Lalu dampak yang jelas terjadi pada korban bullying biasanya apa? Biasanya aspek utama dari dampak yang terjadi yaitu secara emosional dan psikologis, tergantung juga pada situasinya, seperti: tersakiti, direndahkan, dibuka aib nya, diganggu/diusik/digoda atau dalam hal ini dijahati. Terkadang bullying juga berupa kekerasan, ketika berdasar pada ras, etnis, jenis kelamin, disabilitas, orientasi seksual, kesukuan/asal negara, atau faktor lainnya. Dalam kasus seperti ini, hal tersebut menjadi hal yang legal.

      Lalu bagaimana dampak psikis atau pasca terjadi aksi pembullyan tersebut? Seseorang yang mengalami bullying biasanya memiliki kecenderungan menjadi emosional. Pada beberapa kasus, mereka yang memiliki sifat pendiam, pemalu, dan penyendiri, bahkan akan bertambah parah, terlebih mereka juga mengalami masalah interaksi dengan rekan sebayanya. Rasa sakit yang terus dirasakan, penghinaan, dan dikucilkan dari lingkungan sosialnya dapat menyebabkan mereka tenggelam lebih dalam ke dunia mereka sendiri. Dunia ini bukanlah hal yang menyenangkan, bagaimanapun: kehidupan mereka dipenuhi oleh kecemasan, depresi, kesedihan dan kesendirian. Korban bisa saja mengalami susah tidur atau makan, dan mungkin tidak menikmati aktifitas yang mereka lakukan. Performa akademik yang menurun, dan terkadang mereka tidak masuk kelas, atau bahkan keluar dari sekolah. Selain itu, perlu dicatat bahwa kemarahan dan amukan berlebih dapat menjadi salah satu respon terhadap tindak bullying tersebut.

       Bagaimana teman-teman? Bisakah bullying itu kita anggap hal yang wajar terjadi pada usia tertentu khususnya anak-anak atau remaja? Bisakah kita anggap dampak yang terjadi hanya hal sepele yang nanti juga akan hilang sendiri seiring bertambahnya usia mereka? tentu tidak!

        Dalam postingan ini, sebenarnya saya ingin "memanfaatkan" kasus Audrey untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian kita akan bahayanya bullying. Seperti yang sudah saya janjikan sebelumnya, saya akan uraikan sedikit bagaimana kronologi kasus ini secara holistik yang saya coba rangkum dari berbagai media. Tapi perlu digarisbawahi bahwa jangan ada judge terlebih dahulu kepada korban maupun kepada pelaku yang malah membuat kita juga jadi pembully. Boleh kita mengutuk perbuatan mereka, mengecam, namun jangan sampai kita bertindak seperti mereka atau bahkan lebih parah. Karena di media sosial sekarang, foto pelaku udah seperti baliho caleg, ada dimana-mana, dan tentu saja kata-kata kasar, umpatan, dan lain sebagainya sudah tidak lagi terkontrol. Biarkan pihak berwenang mengurus kasus ini, dan kita hanya bisa mengawal dan menyuarakan keadilan untuk adek kita Audrey. Kita doakan juga agar Audrey bisa cepat sembuh, kembali beraktifitas dan mendapatkan kembali keceriaannya, meskipun yang namanya trauma pasti membekas. Jikapun didapati hasil visum yang diketahui hasilnya ternyata ada beberapa hal yang sedikit bertolak belakang seperti yang selama ini digemborkan di media, jangan sampai mengurangi empati kita terhadap korban dan juga pemahaman bahwa bullying itu prilaku yang tidak bisa kita tolerir!

KRONOLOGI
       Dilansir dari Tribunjakarta.com (10/04/2019) Kasat Reskrim Polresta Pontianak Kompol M. Husni Ramli menuturkan kronologi kejadian terjadi pada tanggal 29 maret 2019 sekitar pukul 14.30 WIB di Jln. Sulawesi Kota Pontianak tepatnya di belakang paviliun. Beliau menuturkan kasus ini bermula pengaduan ke Polsek Pontianak Selatan satu minggu setelah kejadian, kemudian berlanjut dilakukan visum pada korban, kemudian kasus ini diambil alih oleh Mapolresta Pontianak. Kronologi kejadian berdasarkan keterangan saksi, korban diantar oleh DE ke rumah saudaranya ke PP. 

        Kemudian korban keluar menggunakan sepeda motor, saat keluar dari rumah saudaranya, korban di ikuti dua motor yang di kendarai oleh orang tak dikenal. Saat berada di Paviliun, korban di cegat, di siram air oleh TR, kemudian korban jatuh, dan kemudian EC injak perut korban dan benturkan ke jalan, kemudian korban melarikan diri. Saat korban melarikan diri, korban dicegat oleh TR dan LL di taman Akcaya, saat di situ korban di piting oleh TR dan di tendang oleh LL. Kasat Reskrim Polresta Pontianak menuturkan seperti di viral di media sosial pelaku berjumlah 12 orang. Namun saat ini ditegaskan pelaku di duga berjumlah 3 orang, saat ini masih melakukan koordinasi dengan RS Mitra medika. Sedangkan fakta lain yang terungkap, dilansir dari news okezone.com (10/04/2019) kejadian bermula ketika AU sedang berada di rumah kakeknya, didatangi oleh teman pelaku dan diajak keluar rumah. "Korban didatangi teman pelaku, kemudian diajak keluar rumah dengan alasan ada yang ingin dibicarakan secara baik-baik," kata Komisioner Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kalbar, Tumbur Manalu saat konferensi pers.

       Korban yang tak menaruh curiga, lantas bersedia dibawa ke suatu tempat. Sampai pada tempat yang dituju, tepatnya di Jalan Sulawesi, korban didatangi teman pelaku yang lain. "Di situlah terjadi penganiayaan," ujarnya. Sedangkan sembilan orang teman pelaku lainnya hanya menjadi tim hore. Sebenarnya, target penganiayaan itu buka AU. Melainkan kakak sepupunya, PO. "Korban (dianiaya dengan cara, red) ditendang, dipukul, diseret sampai kepalanya dibenturkan ke aspal. Kemudian, juga mengenai bagian vital korban. Akibatnya, korban mengalami muntah kuning dan opname di salah satu rumah sakit di Kota Pontianak," ujarnya. Ibu korban (LK), juga menyebutkan bahwa alat vital anaknya nyaris dirusak oleh salah satu pelaku. Berdasarkan informasi yang didapatkan, pemicu kejadian ini karena asmara. Sebab, dijelaskan bahwa kakak sepupu AU yakni PO pernah pacaran dengan pria yang sekarang menjadi pacar salah satu pelaku. "Karena di media sosial mereka sering chatting dan memberikan komentar, sehingga dari komentar itu mungkin memunculkan rasa kesal pelaku terhadap korban," ungkapnya.

HASIL VISUM
      Dilansir dari detik.com (10/04/2019) visum dilakukan sepekan setelah dugaan pengeroyokan terjadi di rumah sakit tempat A dirawat. Hasil visum dipaparkan oleh Kapolresta Pontianak Kombes M Anwar Nasir dalam jumpa pers di Pontianak, Rabu (10/04/2019). Jumpa pers ini disiarkan lewat instagram live kapolresta_ptk_kota.

"hasil pemeriksaan visum dari RS Pro Medika baru keluar tertanggal hari ini," kata Anwar. Dari hasil visum, kepala korban tidak bengkak dan tidak ada benjolan. Tidak ada memar di mata dan penglihatan normal. "Dada, tidak ada memar dan bengkak. Jantung dan paru-paru normal. Perut datar, bekas luka tidak ditemukan. Organ dalam abdomen tidak ada pembesaran." ungkapnya. Anwar mengatakan, dari pengakuan korban, terduga pelaku sempat menekan alat kelamin korban. Berdasarkan hasil visum, tidak ada bekas luka di alat kelamin.

"Alat kelamin, selaput dara atau hymen intact. Tidak tampak luka robek atau memar," ucap Anwar.

"Kulit tidak ada memar, lebam, maupun bekas luka," tambahnya.

Hasil visum yang dipaparkan oleh Kombes Anwar ini adalah visum yang dilakukan sepekan setelah peristiwa pengeroyokan terjadi. Setelah ono, polisi akan mensinkronkan pengakuan korban, hasil visum dan pemeriksaan pelaku.

Di Twitter, saya juga sempat membaca utas dari @gruusomeflower yang menjelaskan fakta yang terjadi dalam kasus bullying ini, kebetulan penulis utas adalah penulis berita di jakpost. Berikut utas yang ditulis:

Kalau diamati, kemarahan netijen terhadap kasus tersebut terpusat pada 2 poin ini:
1. Vagina korban diduga ditusuk jari oleh pelaku untuk menghilangkan keperawanannya;
2. KPPAD Kalbar mengupayakan damai untuk melindungi masa depan para pelaku yang masih dibawah umur.

Setelah wawancara dengan para officials (polisi dan KPPAD), mereka membantah adanya kedua poin tersebut. Jadi sesungguhnya:
1. Vagina korban tidak ditusuk jari oleh pelaku. Memang genitalsnya ikut kena hajar sampai memar, tapi korban masih dalam keadaan pakai celana. Tidak ada kejadian jari masuk celana.
2. KPPAD memberi advokasi hukum kepada korban. Ketika korban minta kasus dilanjutkan secara hukum, KPPAD berkomitmen mendampingi secara hukum. Jadi jangan takut si pelaku yang.....itu bisa enak-enak bebas.



PARA PELAKU MEMINTA MAAF
    Dilansir dari tribun-timur.com (11/04/2019) kehadiran mereka dihadapan publik untuk mengklarifikasi atas pemberitaan pengeroyokan Audrey yang simpang siur. Salah satu dari mereka pun menyampaikan permintaan maaf atas apa yang mereka lakukan terhadap Audrey dan keluarganya. "Saya salah satu dari terduga pelaku 2 orang ini. Saya meminta maaf kepada korban dan keluarga korban. Dan kalian semua harus tahu disini saya juga korban karena saya sekarang sudah dibully, dihina, dicaci, dimaki dan diteror padahal kejadian tidak seperti itu," ujar satu di antara terduga pelaku dikutip dari tribunpontianak.co.id

      Terduga pelaku mengatakan kejadian sebenarnya tidak seperti yang orang bicarakan saat ini. Terduga mengatakan tidak ada penyekapan, tidak ada seretan, tidak ada menyiram secara bergiliran, tidak ada membenturkan korban ke aspal, apalagi melukai alat kelamin Audrey untuk merusak keperawanannya.

       Terduga menceritakan sangat terpukul dengan pemberitaan yang ada. Salah satu terduga lainnya menjelaskan ada suatu bentuk peleraian yang dilakukan. "Pas saya sudah datang, mereka sudah berkelahi dan saya sudah mencegah. Kami takut jika melerai takut dituduh mengeroyok saya takut terjadi seperti itu, disana ada tindakan peleraian," terang salah satu dari terduga lainnya. Terduga pelaku merasa dituduh dan difitnah. Bahkan isntagramnya pun di hack. "Saya ingin yang memfitnah, telah menyebarkan foto-foto saya dan yang telah nge-hack akun instagram saya, sya ingin dia minta maaf," ujar pelaku.

ANCAMAN HUKUMAN
       Lalu bagaimanakah dengan ancaman hukuman bagi para pelaku bullying tersebut? Apakah bisa dijatuhi sanksi hukum? Atau justru sebaliknya, karena pelaku dalam kategori dibawah umur? Hal ini yang mungkin menimbulkan banyak pertanyaan bagi mereka yang mengikuti kasus ini sejak awal.

       Dalam aturan hukum pidana kita, dikenal UU Perlindungan Anak, yakni UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pada pasal 1 (1) dijelaskan bahwa yang dikategorikan sebagai anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Jika seperti itu, berarti seseorang yang berusia dibawah 18 tahun dikategorikan sebagai anak dan tidak bisa dikenai sanksi hukum dong? Tentu saja bisa dikenai sanksi hukum, dengan beberapa syarat. Ada istilah batas usia minimum pertanggungjawaban bagi anak. Jadi, MK (Mahkamah Konstitusi) telah memutuskan bahwa batas bawah usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban pidana adalah 12 tahun, karena dalam pertimbangannya, Hamdan Zulva (ketua MK pada waktu itu) menjelaskan bahwa usia minimal 12 tahun secara relatif dianggap sudah memiliki kecerdasan emosional, mental, dan intelektual yang stabil sesuai psikologi dan budaya bangsa Indonesia. Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPA) membagi 3 definisi anak yang berhubungan dengan tindak pidana, yaitu:

  • Anak yang berkonflik dengan hukum, yang disebut anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
  • Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut anak korban adalah anak yang belum berumur 18 tahun tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.
  • Anak yang menjadi saksi tindak pidana yang selanjutnya disebut anak saksi adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.

Berdasarkan peraturan tersebut, maka pelaku bullying dapat dijerat sanksi hukum karena memenuhi unsur-unsur yang telah disebutkan diatas.

      Tapi perlu digarisbawahi bahwa penetapan batas umur 12 tahun adalah untuk melindungi hak konstitusional anak terutama hak terhadap perlindungan dan hak untuk tumbuh dan berkembang. Jangan sampai hak-hak anak dikesampingkan karena perbuatan pidana yang dilakukan. Pidana penjara kepada anak pada dasarnya adalah upaya terakhir, dan setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat. Mengingat bahwa anak dalam rentang umur 12 sampai 18 tahun secara psikologis belum mampu menanggung beban berat hukuman penjara.

      Kembali kepada kasus Audrey. Kepolisian telah menetapkan tersangka (3 orang anak) yang dijerat UU Perlindungan Anak dengan ancaman 3,5 tahun penjara. Mereka dijerat dengan Pasal 76C "setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak" juncto Pasal 80 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2014 "setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3(tiga) tahun 6(enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)" tentang Perlindungan Anak. 

BAGAIMANA MENYIKAPI PERILAKU BULLYING?
      Kesadaran akan bahayanya bullying (perundungan) sudah barang tentu menjadi hal yang patut kita jadikan sebagai fokus utama kita dalam mencegah meluasnya tindak kekerasan baik verbal, maupun fisik di kalangan anak-anak dan remaja. Mengapa demikian? Karena bullying bisa jadi benalu bagi keberlangsungan kualitas pemuda Indonesia kedepannya. Generasi dengan tingkat stress yang tinggi, terlebih diakibatkan oleh bullying yang kerap terjadi akan menimbulkan prilaku pesimisme, rendah diri, penyendiri, anti-sosial, kehilangan empati, tidak bersemangat dan melahirkan dendam tidak berkesudahan. Selama ini mungkin kita menganggap bullying adalah sesuatu hal yang lumrah terjadi pada anak-anak kita, yang badannya gede menindas anak yang lebih kecil badannya, anak yang keadaan fisiknya berbeda menjadi bahan olok-olokan temannya tanpa merasa bersalah sedikitpun, bahkan alibi mereka hanya sekedar candaan atau guyon semata. Padahal dampak psikologis yang ditimbulkan bagi si korban sangatlah tidak bisa dibilang biasa. Masih banyak orang tua yang acuh jika anaknya ternyata menjadi pelaku bully, sekolah juga terkadang tidak tahu menahu jika ada siswa nya yang sering mengalami bullying, karena tidak ada sanksi yang tegas terhadap prilaku bully ini. Mereka hanya menganggap sebatas kenakalan biasa saja. Saya berharap kasus Audrey ini dapat menjadi refleksi bagi kita semua selaku orang dewasa terlebih lagi orang tua maupun pihak-pihak yang masih memiliki semangat dengan masa depan generasi muda kita kedepannya.

      Bagi kalian yang mengalami prilaku bullying, ayo speak up! Jangan takut! Beritahu orang tua ataupun guru kalian agar bisa ditindaklanjuti, jangan dipendam sendiri, jangan takut untuk konsultasi dengan guru BP kalian atau wali kelas agar rantai bullying ini tidak terus menerus terjadi.

      Kita harus mencontoh beberapa negara maju seperti Amerika dan Australia dimana mereka punya aturan khusus mengenai bullying yang terintegrasi dengan pemerintah daerah (district), institusi pendidikan dan bahkan di Australia ada namanya "kebijakan anti-bullying" dimana setiap individu ditempat kerja maupun disekolah (negeri) memiliki kebijakan yang melindungi mereka dari tindak bullying ini, dan sanksinya juga tegas, di Amerika sendiri, seseorang yang jelas melakukan bullying maka akan di tindak sesuai perbuatan yang dilakukan, bahkan di beberapa negara bagian, mereka bisa dikeluarkan dari sekolah. Indonesia kapan nih? Semoga bisa dicari alternatif solusi dari permasalahan ini ya sahabat whoopys. Tapi perlu dipertegas juga bahwa bullying tidak bisa dilawan lagi dengan prilaku bullying, jadi stop untuk membully pelaku, kita serahkan kepada pihak kepolisian untuk mengusut tuntas dan semoga saja pelaku menyadari perbuatannya agar dikemudian hari tidak terulang kembali.




No comments:

Post a Comment

Iklan