Showing posts with label NOVEL (Salah Jurusan). Show all posts
Showing posts with label NOVEL (Salah Jurusan). Show all posts

Friday, 13 July 2018

NOVEL "SALAH JURUSAN" Bag. IV


Hallo sahabat whoopys, kali ini mimin upload lagi lanjutan novel salah jurusan bagian IV. Kali ini kisah apa lagi yang terjadi pada Indra ya? apakah Indra kembali bertemu dengan Hestia dan mengungkapkan perasaannya? hmmm... langsung baca aja ceritanya ya :D


IV
TUMBUH

Hilang Tumbuh, Kering Lumpuh

          Lara bersimpuh bagai tersambar guruh
          Tanda langit menangis dan meringis
          Hitam awan, hitam tanah, hitam raga dan hati gundah
          Menyelimuti si tuan yang mencoba ramah

          Semai benih di atas raga penuh pesona
          Tumbuh dan merekah si bunga yang bak surganya dunia
          Dahulu, itu adalah pertanda bahwa dia yang sempurna
          Tapi, yang jasmani tak tentu kuasa, hilang diterjang arang
          Lumpuh dan kering, abadi hanya cerita belaka......

***

          Berawal dari mata, indahnya senyuman, mengapa harus resah...berawal tatap mata...hangatnya sapamu, mengapa jadi gundah... tak kusangka kita sama... tlah menyimpan getar cinta...cinta... biar cinta gelora di dada, biar cinta memadukan kita........ ♪ ♪ ♪  “Woi Dra!” sapa Cinta teman kelasku yang menepuk pundakku dengan keras. “Aduhhh, apaan sih Cinta? Ngagetin aja!”, “Udah nemu buku sumber buat tugas kelompok kita nanti? Malah dengerin musik aja, sini coba aku mau dengerin” Cinta merebut salah satu ear phone ku. “Walah, lagu jaman kapan ini? Lagu apasih ini? Kayaknya aku pernah denger Dra.”, “itu lagu kahitna Cinta.. udah ahh sini balikin ear phone ku, aku udah nemu nih bukunya, bentar lagi kita ke kelas, nanti Pak Hasto marah, kita kan Cuma dikasih waktu setengah jam di perpus buat cari buku sumber.”, “Idihh, lagi kasmaran ya kau Dra? He.. cieee...”, “Kau juga lagi kasmaran sama Limbad kan? Kemarin aku liat kau jalan-jalan sama limbad.”, “Ishh, kata siapa? Perasaan nggak ada yang tahu kalo aku kemarin jalan-jalan sama Limbad.”, “Udah ahh, ayo ke kelas....”, “iya Dra, tunggu bentar... ishhhh...” aku dan Cinta pun bergegas untuk pergi ke kelas.
          Selepas mata kuliah pak Hasto selesai, Ivan dan Cinta menghampiriku untuk mengajakku makan bareng di salah satu kedai bakso tempat favorit Cinta. “Eh Dra, aku sama Ivan mau makan bakso nih, mau ikut nggak?”, “Hmmm.. boleh lah, kebetulan aku lagi pengen bakso juga nih, emang mau makan bakso dimana?”, “di tempat langganan aku, bakso nya dijamin enak pokoknya Dra.”, “Di mana Cin tempatnya?”, “Ada di Cipanas, yuk ke sana, cuma 30 menit dari sini Dra.”, “Halah.. jauh amat Cinta? Tapi, yaudah deh.. ayo kesana.” Aku, Cinta dan Ivan pun pergi ke kedai bakso langganan Cinta dengan berkendara menggunakan sepeda motor. Ivan menggunakan motor sendiri, sedangkan aku harus membonceng Cinta yang bikin aku risih. Setiap kali membonceng Cinta, pasti cengkraman tangannya sangat erat seperti ular phyton yang melilit tubuh. Dan setiap kali aku berkendara agak kencang, helm ku pasti di geplak Cinta dengan keras. Parah banget ni cewek, kasian yang jadi pacarnya, mungkin tersiksa batin.
          Setiba di kedai bakso langganan Cinta, ternyata tempatnya lumayan ramai, antriannya pun agak panjang, terpaksa kita harus bersabar untuk memesan. Setelah menunggu lama, akhirnya pesanan bakso yang kami tunggu-tunggu sampai, seharga 10 rbu, bisa dapet bakso urat ukuran jumbo kayak gini, rasanya enak, dan baksonya juga empuk banget, nggak salah kalo tempatnya rame. Udah harganya murah meriah muntah, baksonya enak pula. Ketika aku sedang menikmati bakso dibarengi dengan senda gurau bersama Ivan dan Cinta, tiba-tiba aku melihat geng Hestia, yang sedang mengantri untuk memesan bakso. Entah kenapa, setiap kali aku nongkrong, ni orang ada aja, pertanda jodoh atau emang kota ku ini sempit ya?
          Tak lama setelah aku menatap geng Hestia, Hestia pun seketika itu tak sengaja menoleh ke arah ku dan dengan wajah sumringah nya, dia menyapaku dan menghampiriku. Melihat Hestia pergi dari antrian, Windy pun sadar bahwa ternyata aku ada di kedai bakso, dan dengan suara keras nya, lagi-lagi dia memanggil namaku di tengah keramaian pelanggan yang sedang menikmati bakso. “Indraaaa.... kok ada disini?” Setelah itu Puji pun ikut menyapaku dengan kalem, dengan suara yang agak sedikit serak, mungkin dia sedang terkena flu burung atau semacamnya. Karena dia terlihat menggunakan masker saat itu. Cinta dan Ivan pun agak sedikit kebingungan, karena sebelumnya mereka tidak mengenal mereka. Wajarlah, ketika OSPEK, tidak ada yang begitu dekat dengan Puji, Windy, dan Hestia, karena tidak sekelompok waktu itu. 
          Berhubung tidak ada tempat yang kosong di sekitar tempat duduk kami, Hestia dan teman-teman pun terpisah dari tempat kami makan. Namun, tiba-tiba notifikasi BBm ku berbunyi. Ternyata ada undangan dari seseorang, setelah aku accept, dan aku lihat recent updates, ternyata ada fotonya Hestia, berarti itu BBm Hestia. Lalu kemudian ada pesan masuk ke BBm ku, “Dra, habis makan bakso anter aku jalan-jalan yuk, kamu lagi ada waktu nggak?” Antara terkejut dan senang, tapi ada sedikit tanya dalam hati ini, kenapa tiba-tiba Hestia mau ngajak aku jalan-jalan? Tidak biasanya. Untuk menjawab rasa penasaranku itu, akupun membalas chat Hestia, “hmm, iya Hestia, boleh, emang mau kemana? Kenapa nggak minta anter sama puji atau windy?”, “Lagi pengen aja ditemenin kamu Dra, boleh kan?” balas Hestia. Berdasarkan pengalaman panjangku mengamati tentang wanita, sepertinya Hestia sedang galau, makannya dia mengajak teman lelaki yang dekat dengannya untuk menemani dia main, hanya sekedar untuk menyenangkan perasaan dia aja. Mungkin itu hanya asumsi, tapi biasanya benar.
          Setelah selesai makan di kedai bakso, akhirnya aku meminta ijin kepada Cinta dan Ivan untuk pergi dengan Hestia. Sedikit lega juga karena aku tidak harus membonceng Cinta lagi, biarkan Ivan merasakan geplakan maut Cinta. Windy dan Puji pun pulang, sedangkan aku dan Hestia, ya... untuk pertama kalinya aku membonceng Hestia, ahhh... wangi aroma parfum nya menusuk hidungku, entah mimpi atau tidak, aku merasa saat ini aku sedang diatas angin. Andai Hestia menjadi milikku seutuhnya. “Dra, kita main ke gantole aja yuk! mau nggak?” tanya Hestia, “Gantole? Aku belum pernah kesana Hestia, tapi boleh deh.. ayo kesana.” Sekitar 45 menit perjalanan dari kedai bakso, akhirnya aku dan Hestia pun sampai di gantole. Aku belum pernah ke tempat ini sebelumnya, tapi suasananya benar-benar sejuk, karena tempat ini berada di ketinggian yang dikelilingi oleh perkebunan teh, dan biasanya tempat ini khusus digunakan oleh para penggemar olahraga yang memicu adrenalin, yakni paralayang. Namun, tempat ini juga terbuka untuk umum, karena spot nya yang keren, kita bisa melihat view kota bogor dari sini, sangat indah sekali. Entah mengapa Hestia mengajakku kesini, tapi dalam keadaan seperti ini, aku tak peduli alasan apa, yang pasti aku saat ini bersama Hestia. Benar-benar cantik, aku tak bisa memalingkan pandanganku daripadanya.
          Namun seketika, aku terhenyak karena Hestia tiba-tiba memanggilku. Aku seperti layaknya seorang yang sedang melamun lalu kemudian dikagetkan. Ya begitulah, mungkin saat itu aku berada dalam mode antara melamun dan berharap.
          “Dra!” sapa Hestia.
          “Mhhh...eh..iya Hes, ada apa?”
          “Kamu kenapa sih Dra? Liatin aku sambil kayak orang ngelamun gitu? Terpesona sama aku ya Dra?” tanya Hestia bercanda.
          “Mhh...enggak Hes, tapi.. iya deng, aku tersepona.. eh, terpesona maksudnya..duh, salah ngomong.” timpalku dengan agak sedikit salah tingkah.
          “Hahaha....kamu lucu Dra. Mau aku bawa pulang kerumah ahh, lumayan buat hiburan di rumah.”
          “Emang aku boneka beruang Hes? Tapi kalo mau dibawa pulang nggak apa-apa sih Hes, aku ikhlas... bawa aku Hes, bawa aku... haha..”
          “Haha..Indra..Indra...” Hestia tertawa lepas, lalu kemudian perlahan mulai serius dan bertanya padaku “Dra, kamu udah punya pacar?” tanya Hestia padaku.
          “Eh, emang kenapa Hes? Enggak, aku nggak punya. Dulu sempet punya sih, tapi.... ya begitulah.” jawabku dengan tidak terlalu membahas panjang lebar masalah pribadiku pada Hestia.
          “Ooh, gitu ya... menurut kamu, ribet nggak sih pacaran itu? Ya.. kamu tau lah Dra, kadang untuk membuat komitmen itu mudah, tapi persistence pada komitmen itu yang susah. Duh, maaf ya Dra.. aku jadi curhat sama kamu nih..”
          “Emhh, iya Hes, nggak apa-apa kok, santai aja kali. Kalo kamu mau curhat, curhat aja.. tapi aku nggak janji jadi problem solve yah Hes.. karena aku sendiri gagal dalam bercinta.. haha” candaku pada Hestia yang sedang serius.
          “Hahaha....gagal dalam bercinta Dra? kamu ada-ada aja.” balas Hestia sambil tertawa.
          “Ahh Hestia, kamu yang aja-aja ada.. haha.” balasku kembali bercanda pada Hestia.
          “Udahh ah Dra, kamu bikin aku sakit perut, ketawa mulu. Pengen serius curhat nih. he...”
          “Oke Hes, silahkan! I’m listening...”
          “Aku udah mulai nggak nyaman sama pacarku Dra, aku pengen putus dari dia. Aku pacaran sama dia udah 4 tahun, tapi belakangan ini, entah kenapa dia mulai cuek sama aku, udah nggak seperti dulu lagi. Mungkin karena aku yang kekanak kanakan atau karena aku yang mungkin selalu menuntut dia harus begini dan begitu, tapi itu demi kebaikan dia juga sih. Aku tau dia lebih dewasa, karena umur kita beda 3 tahun sama dia. Dan sekarang dia lagi semester akhir, dia kuliah di Bandung. Terpaksa kita harus LDR. Dan aku selalu optimis sama dia, meskipun kita LDR, tapi karena kita udah buat komitmen, ya aku nggak khawatir sama sekali, meski sebenernya dalam hati kecilku, aku sangat khawatir Dra. Ditambah lagi, dia ada rencana lanjutin kuliahnya di luar negeri. Jadi, aku nggak tau harus tetap jalanin kisah ini apa enggak? dan yang membuat aku ragu sama dia, karena aku sempat mergokin di HP nya ada foto cewek lain, walaupun akhirnya aku luluh lagi karena penjelasannya. Dan aku juga cinta sama dia. Aku nggak mau kehilangan dia. Menurutmu gimana Dra?”
          Aku sedikit terhanyut dalam cerita Hestia, dan entah kenapa, aku merasa terintimidasi dengan pacar Hestia secara tidak langsung. Karena bayanganku, pria ini emang bener-bener pria, pintar, tampan, dan... kaya.... damn! setelah lulus, dia mau kuliah lagi ke luar negeri. Aku keluar rumah aja kadang males, apalagi keluar negeri... ckck.. sungguh mengerikan pria ini. Tapi aku jadi penasaran siapa sosok pacar Hestia ini sebenarnya?
          “Dra! hello.....”
          “Eh, iya Hes, gimana?” tanyaku dengan wajah agak linglung karena sebelumnya aku malah melamun.
          “Kok malah diem sih? gimana itu pertanyaan aku?”
          “Ooh iya hes, ya kalo menurutku sih wajar aja kalo kamu seperti itu, namanya juga LDR. Tapi kamu kan masih bisa komunikasi sama dia lewat BBm, voice chat, atau video call. Kamu juga bisa mengunjungi dia ke Bandung, dari sini ke Bandung paling cuma 2 jam kan Hes? jadi ya, bangun kepercayaan aja. Sayang lo, udah 4 tahun masa harus berakhir gitu aja?” walaupun sebenarnya dalam hati ini, aku berharap Hestia putus. Tapi aku berusaha untuk tidak terlalu nafsu dalam hal ini. Jika memang Hestia jodohku, toh nanti akan ada jalannya tanpa aku harus memaksakan kehendak.
          “Iya sih Dra, memang sebenarnya.................” obrolanpun tampak terasa berarti bagiku tiap menitnya, hingga aku sadari bahwa kita sudah berjam-jam mengobrol dengan asik. Langit sudah berubah menjadi hitam abu-abu, pertanda bahwa sebentar lagi akan hujan. Aku dan Hestia yang menyadari hal tersebut, segera bergegas untuk kembali pulang. Karena aku tidak membawa jas hujan, dan Hestia pun tidak memakai jaket tebal, mau tidak mau, jika ditengah perjalanan mulai turun hujan, kami harus berteduh.
          Sesaat setelah kami pergi dari Gantole, hujan pun turun dengan begitu derasnya. Kami berteduh di pinggir emperan toko yang kebetulan sedang tutup. Jadi kami bisa berteduh di depannya. Sudah hampir satu jam hujan tidak kunjung reda. Waktu juga sudah semakin sore. Aku khawatir kami pulang hingga larut malam. Udara juga semakin dingin. Hestia nampak kedinginan karena sebelum berteduh, kami sempat kehujanan dan membuat pakaian kami sedikit basah.
          Daripada menunggu hujan benar-benar reda, aku memutuskan untuk memberikan jaketku pada Hestia, karena Hestia terlihat sekali sangat kedinginan. Dengan kondisi agak gerimis, kamipun bergegas pulang, dan aku mengantarkan Hestia hingga tepat di depan rumahnya. Tidak banyak mengobrol atau berbincang, aku yang juga sudah sangat kedinginan memutuskan langsung pulang setelah mengantarkan Hestia. Terlihat seperti superhero yang sangat menghormati wanita dengan memberikan jaketnya, namun seketika sampai di rumah, aku tumbang. Demam pun tak dapat dihindari, namun ada hal yang membuatku bahagia saat itu. Hestia berterimakasih padaku lewat BBm dengan di akhiri emoticon hati. Ya...... mungkin aku masih bisa berharap! Sekedar jadi teman tapi mesra juga tidak apa-apa. Hati ini masih bisa tumbuh dengan adanya harapan darinya.......
***

         

Tuesday, 5 June 2018

NOVEL "SALAH JURUSAN" Bag. III


III
KAKU

          Angin berhembus dengan sangat lembut, seakan mengusap halus setiap helai rambut ini. Aku dan Hestia berada di tempat yang benar-benar pas. Tidak banyak polusi di tempat ini, jauh dari keramaian, berada di ketinggian, dan tentunya cuaca yang sangat cerah membuat semuanya tampak sempurna. Hanya berdua saja dengannya, aku merasa sangat bahagia. Seseorang yang tak kubayangkan dapat aku raih, ternyata sebegitu dekatnya denganku, hingga aku bisa mencium wangi parfumnya. Paras cantik yang menatap jauh kedepan tanpa keraguan, seolah menjadi tanda bahwa dia sangat kagum dengan apa yang dia lihat saat ini. Alam memang tidak pernah mengecewakan, bahkan aku tak pernah ragu tentang keindahannya yang selalu memanjakan mata. Tapi saat ini berbeda, bukan hanya aku yang merasa, tapi ada Hestia. Aku coba memandangnya dengan penuh rasa kagum, meski dia tidak sadar akan kekagumanku padanya. Dia tetap menatap kedepan tanpa merasa lelah. Sedikit senyum simpulnya benar-benar menggoda, seolah mengisyaratkan bahwa dia telah terhipnotis rayuan alam. Indahnya… mungkin ini saatnya aku membuang ketakutanku akan cinta.
          Moment saat ini benar-benar pas, apakah aku nyatakan saja kalo aku cinta pada Hestia? Meski terdengar bodoh, tapi… saat ini apakah ada alasan untuk Hestia menolakku? mungkin ada satu, bahwa dia tak mungkin denganku karena dia sudah memiliki kekasih. Tapi melihat sikapnya padaku, sepertinya tidak apa-apa jika aku biarkan rasa ini menjadi liar. Aku terlanjur cinta, biar saat ini aku yang mengalah, sampai saatnya tiba. Dia dan kekasihnya sudah tak sejalan lagi, dan aku jadi pria yang akan selalu ada untuk menemani hari-harinya. Ya… bersama! Tanpa ragu aku sedikit mendekat lagi kepada Hestia, aku raih tangan kirinya dengan lembut, aku pun menatap ke arah yang sama, menatap ke depan dengan harapan bahwa keindahan di depan sana akan meluluhkan hati. Tanpa diduga, ternyata dia membalas pegangan tanganku, seolah menjadi tanda bahwa dia juga suka padaku. Bahkan, dia memegang erat tanganku, meski dia tak menatapku, namun dengan senyum yang sedikit  melebar, aku tahu bahwa dia suka padaku.
          Aku coba memberanikan diri untuk menatapnya dan melancarkan rayuan mautku untuknya. “Hestia, coba tatap aku!”, “iya dra, ada apa?” sambil sedikit menyibakkan rambutnya yang terkena hembusan angin dengan senyuman manisnya. “mhhh, aku tidak tahu apa kamu merasakan hal yang sama, tapi jujur, aku… aku… “ tiba-tiba mulutku terasa kaku, entah apa yang aku lakukan, nyaliku menjadi sedikit ciut. Namun, Hestia tiba-tiba menyela pembicaraanku. “hei dra, kenapa? Kamu baik-baik aja kan? Nggak apa-apa kok, ungkapin aja.” Lagi-lagi Hestia bikin aku deg-deg an, sialan! Now or never! Akupun mencoba memberanikan diri untuk langsung bilang bahwa aku wo ai ni sama Hestia. Tapi baiknya nggak usah gombal dulu, takut jadi garing nantinya. Oke this is it. “Hestia, aku suka sama kamu!” OMG… apa yang barusan aku katakan? Seolah aku ingin menarik kembali kata-kataku barusan. Haduh.. tamat nih, kalo Hestia menolak aku, mungkin hubungan aku sama Hestia bakal jadi canggung. Namun setelah mendengar ucapanku tersebut, Hestia kembali tersenyum “dra, sebenarnya aku nyaman deket sama kamu, kamu selalu bikin aku tersenyum dan selalu bahagia. Hanya berada di dekat kamu, aku lupa akan masalah yang bikin aku bener-bener bete. Tapi, aku pastikan rasa suka kamu nggak akan bertepuk sebelah tangan kok dra.” “mhhh, nggak akan bertepuk sebelah tangan Hes? Maksudnya?”, “aku juga su…”
*
          “Indra Hadi Wijoyo!!,” “dra!! Woy dipanggil pak Beny tuh! sadar kampret!!” Ivan menegur sambil menepuk pundakku. “i..i..iya pak! Ada apa?” dengan wajah sedikit terkejut. “Kamu ngelamun aja!, jangan lupa catat siapa saja yang mau foto copy diktat ini, trus besok kamu bawa dan simpan kembali ke ruangan saya!”, “iya pak siap!!” Waduh, lamunanku akhirnya berujung anti-klimaks. Kampret bener ini pak Beny, ganggu aku lagi nembak Hestia. Kelaspun selesai, walau masih ada satu mata kuliah lagi jam satu nanti. Tapi ada waktu beberapa jam untuk istirahat dan kongkow bareng temen kelas.
          Waktu sudah menunjukkan pukul 12 lebih, kumandang adzan menandakan saatnya bagi kaum muslim untuk segera bergegas ke masjid untuk melaksanakan perintah-Nya. Berhubung ada jeda waktu istirahat sampai jam 1 nanti, tanpa pikir panjang aku pun pergi ke masjid untuk menunaikan shalat zuhur. Dalam perjalanan menuju ke masjid yang terletak di sebelah Fakultas Hukum, karena memang jarak antar masing-masing fakultas di kampusku berdekatan. Aku tak sengaja berpapasan dengan Windy, Puji dan Hestia. Kebetulan mereka juga sedang istirahat, dan nampaknya mereka ingin pergi ke kantin kampus. Entah mengapa, ketika aku melihat Hestia, cool mode on ku tiba-tiba aktif. Dengan berlagak agak sedikit parlente, kemeja terbuka, sambil sedikit memegangi jam tangan yang nggak terlalu mahal, ditambah hembusan angin sedikit menyibak rambutku yang lembut karena sebelumnya aku shampooan pake shampoo smooth, sedikit menambah karisma ku. Damn! sepertinya hal kayak gini bisa nambah sexappeal ku yang kadang aktif kadang enggak. Siapa tahu Hestia sedikit dapat merasakan bagaimana ketampanan yang aku paksakan ini. Namun tiba-tiba Windy dengan suara agak cempreng nya mendekatiku dan tiba-tiba mengibaskan rambutnya, yang mencolok mataku. “Hi Indra!”, sapa Windy dengan semangat. “woi Windy, itu rambut jangan di kibas ke wajahku napa? itu kecoa pada jatuh semua.”, “dih, gitu amat dra!” jawab Windy dengan agak sedikit kesal karena aku ejek. Tiba-tiba Puji dan Hestia pun ikut menghampiri untuk sekedar mengobrol sebentar denganku.
          “Hi dra!.” sapa Hestia. Tiba-tiba Puji yang sedikit agak kalem,  entah mengapa mendadak kena serangan paru-paru ganas dengan batuk-batuk berdahak nya, “ehemmm…uhukkk..huakkk…weeee…hrrkk”, Aku lihat seketika itu pipi Hestia tiba-tiba sedikit merona. Sepertinya memang dia ada rasa padaku, karena ketika Puji batuk-batuk, dan aku tahu itu hanya sengaja, Hestia agak salah tingkah. Namun, Hestia tidak dapat menyembunyikan salah tingkahnya itu padaku, karena aku tahu bagaimana seorang wanita ketika dia suka sama cowo, pasti dia akan salah tingkah ketika sedang dekat atau hanya sekedar ngobrol. Hal tersebut terasa ketika tiba-tiba untuk mengalihkan perhatian, dia menanyakan kabarku, “apa kabar dra?” tanya Hestia. Agar tidak terlihat canggung, akupun menjawab dengan nada ramah yang sedikit diatur, agar tetap terlihat keren. “aku baik-baik saja kok Hes, kalo kamu?”, tiba-tiba Windy yang menjawab, “aku nggak baik dra, aku lagi sakit”, lalu Puji tiba-tiba batuk lagi, “uhuk, uhuk... bentar ya guys, aku mau ke warung dulu, beli minum, kayaknya aku batuk beneran, serek nih tenggorokan, nanti kalian nyusul aja yah Hestia ama Windy!” nampaknya si Puji batuk beneran. Suruh siapa pura-pura batuk buat nyindirin dan bikin suasana jadi kaku kayak gini?. Setelah Puji pergi, Hestia pun menjawab pertanyaanku sebelumnya dengan senyum manisnya, “aku sehat kok dra, alhamdulilah.”, “alhamdulilah kalo kamu sehat hes, emhh.. eh, aku mau ke masjid dulu ya, mau shalat, soalnya jam 1 nanti ada jadwal, kalian mau ke masjid juga atau mau kemana nih?”, “enggak kok dra, aku mau ke kantin dulu, laper, belum makan nih.” jawab Hestia. “ooh yaudah kalo gitu, aku duluan ya”. Tiba-tiba sebelum kami saling pergi, Windy mengingatkanku tentang jadwal makan-makan bareng yang mereka rencanakan hari ini. “eh dra, jangan lupa hari ini sepulang kuliah kita makan-makan di rumahku ya, kalo kamu ada waktu.”, “ooh iya Win, Insha Allah nanti aku dateng.”
*
          Ahhh, suasana makan-makan tadi benar-benar membuatku sedikit mengenal Hestia. Terlihat dia seperti sosok perempuan pendiam nan manis, tapi jika sudah berkumpul dengan teman-teman nya, ternyata dia sosok yang berbeda 180 derajat, suka gosip dan agak centil. Tapi, apa mau dikata, meski sebenarnya aku tidak terlalu suka tipe wanita seperti itu, pesona Hestia bisa membuat hatiku luluh. Sepulang dari kumpul-kumpul dengan geng Hestia, aku janjian dengan Rivan dan Rega di salah satu kafe tempat aku dan teman-teman seperjuanganku ini sering berkumpul. Biasanya kami mengobrol seputar hal-hal yang produktif, tapi kebanyakan tidak produktif nya sih. Karena kesukaan kami sama, seperti olahraga dan bermusik, itulah hal-hal biasa yang membuat kita kompak dari dulu hingga sekarang. Dan setiap minggunya kami tidak pernah melewatkan untuk olahraga bersama atau sekedar nge-jam bareng di rumah Rega.
          Dalam sela-sela obrolan kami yang tidak begitu bermanfaat, tiba-tiba Rega mengeluarkan laptop nya untuk melanjutkan tugas kuliah nya.
          “ga, ngapain ngeluarin laptop?” tanyaku kepada Rega.
          “ahh, ini dra, besok tugas essai harus dikumpulin. Aku kebagian essai tentang supremasi hukum Indonesia.”
          “widih, anak hukum gaya nya...” sindir Rivan. “emang supremasi apaan ga?” tanya Rivan dengan rasa penasaran.
          “itu, kalo tanggal tua kau nggak punya uang, biasanya kau makan supremasi!” canda Rega.
          “apaan tuh ga? Supermie kali” jawabku sambil tertawa.
          Tiba-tiba ketika Rega sedang mengerjakan tugasnya, ada notifikasi jika Batrei laptop nya menipis, dan kebetulan Rega tidak membawa chargeran. “van, dra.. bawa charger laptop yang sama kayak punya ku nggak?” tanya Rega. “yaelah, kagak ada lah ga, Laptop mu merek Apel malang, kita-kita mah Cuma punya sumsang sama asyerr.” timpal Rivan dengan nada bercanda. Kemudian Rega mengeluarkan power bank dari tas nya, lalu menghubungkan power bank itu ke laptopnya. Akupun penasaran dengan tindakan yang dilakukan Rega tersebut, “ga, ngapain nyolokkin power bank? kan udah mau habis batre laptopmu” tanyaku penasaran. Lalu Rega pun menjawab, “ini dra, aku mau charge laptop pake power bank.” Mendengar ucapan Rega tersebut dengan ekspresi seriusnya, aku dan Rivan hanya hening terdiam sejenak dan berpikir dalam hati “hmmm... masa power bank bisa dipake nge-charge laptop? kalo HP pasti bisa, tapi laptop kan beda... apa aku yang nggak tahu kalo sebenernya laptop bisa di charge pake power bank ya?” untuk memastikan, Rivan mencoba bertanya kepada Rega, “ga, kau serius mau nge-charge laptop pake power bank? kagak bisa lah somplak! haha..”, dengan wajah polosnya Rega menjawab “ooh, nggak bisa ya? kirain aku Laptop bisa di charge pake power bank.. haha..”, “yaelah, mana bisa lah ga? yang ada, malah daya laptop mu yang habis, soalnya power bank nya yang ke charge.. haha” timpal ku sambil tertawa, padahal sebelumnya aku sempat berpikir bahwa hal tersebut mungkin dilakukan.
          Ditengah-tengah canda gurau dan hina kami, aku tidak sengaja melihat sosok yang tidak asing lagi, dan aku benar-benar mengenalnya. Dia masuk bersama seorang pria yang tidak aku kenal sebelumnya. Nampak dari kejauhan aku sudah bisa menebak nya ketika membuka pintu. Ya.. dia Hestia. Tiba-tiba tawa ceriaku ternoda oleh keadaan ini. Kenapa ada Hestia dengan seorang pria datang ke kafe ini? siapa dia? apakah mungkin dia pacar Hestia? Aku mencoba untuk menyembunyikan diri, akupun mengkondisikan teman-temanku agar tidak berisik, karena jika Hestia tahu aku sedang berada satu kafe dengannya, mungkin keadaannya akan sedikit kaku dan sedikit tegang (ya mungkin hanya berlaku untukku). Setelah aku tahu jika Hestia sedang berada di kafe ini, aku dan teman-teman ku segera pergi dengan alasan jika hari sudah mulai malam, dan Hestia pun tidak mengetahui keberadaanku.
***


Sunday, 15 October 2017

NOVEL "SALAH JURUSAN" Bag. II

Bagi teman-teman yang sudah baca bagian I, pasti sudah tahu sedikit bagaimana kisah Indra yang menjadi Mahasiswa baru yang di akhir bagian, diceritakan dia sempat bertemu dengan Hestia. Pada bagian ke-II ini, Indra diceritakan bertemu kembali dengan Hestia di Kantin Kampus, apa yang mereka lakukan dan bicarakan? ayo simak lanjutannya pada bagian II Novel "Salah Jurusan" 



II
Kedatangan Hestia

          Hari ini adalah hari terakhir dimana aku bisa menikmati kebebasan sementara sebelum akhirnya besok lusa aku harus mengalami kegiatan perkuliahan untuk pertama kalinya. Seperti biasa, dan seperti hari-hari sebelumnya. Kami sedang berada dikelas yang penuh dengan obrolan tidak berguna sembari menunggu dosen yang akan memperkenalkan dirinya dan mata kuliah apa yang akan dia berikan nanti. Kali ini adalah giliran Pak Yohannes yang bergelar Doktor. Aku tak menyangka di tingkat strata 1 ini, aku harus menghadapi seorang dosen lulusan S3. Padahal dosen-dosen yang sebelumnya hanyalah lulusan dari program magister. Tapi untuk yang satu ini, entah mengapa aku mendapat firasat buruk.
          Aku bisa membayangkan bagaimana perawakan bapak dosen yang satu ini. Karena dari pengalaman sebelumnya, banyak dosen yang memiliki beberapa perawakan agak mirip. Ya, dengan setelan formal. Kemeja, dasi, celana sayur rapi dengan lipatan bekas setrika di tengah celana. Rambut dengan sisiran ala kadarnya, perut yang kurang terawat serta kacamata sebagai pelengkap. Aku masih ingat salah satu dosen yang kemarin sempat menjadi bahan perbincangan kelas. Entah kenapa teman-teman kampret ku ini gemar sekali mengejek orang lain. Terutama para gadis yang ada dikelasku. Aku curiga mereka ini sebenarnya bukan mahasiswi. Tapi ibu-ibu PKK yang nyamar jadi mahasiswi.
          Dosen yang menjadi buah bibir pada saat itu bernama pak Hasto. Dia adalah dosen yang mengajar mata kuliah Jaringan Komputer di semester I ini. Menurutku pak Hasto ini dosen yang cerdas dan humoris. Karena aku bisa melihat dari cara dia berbicara dan juga selera humor nya yang bisa aku bilang bagus. Tapi ada satu hal yang agak mengurangi kelebihan itu. Yaitu kumis nya!. Ya, kumisnya. Aku akui pak Hasto ini punya selera humor yang tinggi namun untuk masalah penampilan,  sepertinya dengan sangat terpaksa aku katakan pak Hasto punya selera yang sangat jelek. Dari sekian banyak model kumis, pak Hasto memilih model kumis sang diktator otoriter dari Jerman. Dengan model kumis yang hanya disisakan ditengah-tengah antara hidung dan bibir. Bukan hanya kumis saja, rambutnya pun dibelah pinggir dengan sangat rapih. Bahkan menurutku itu terlalu rapih. Terlebih, rambutnya terlihat sangat mengkilat dan lepek. Entah beliau menggunakan gel rambut apa. Mungkin dia menggunakan gel rambut dengan campuran putih telur. Dan bahkan dengan gel rambut tersebut aku bisa membuat sebuah candi. Karena tidak perlu semen untuk merekatkan setiap batu yang ditumpuk. Cukup dengan menggunakan gel rambut pak hasto dan walaaaa….candi buatanku pun akhirnya jadi.
          Melihat penampilan pak Hasto. Seisi kelas pun berubah menjadi kelas yang jahat. Mereka sebenarnya ingin tertawa lepas namun terbentur norma kesopanan, sehingga mereka mengaburkan tawa mereka lewat setiap candaan yang dilontarkan pak Hasto. Bahkan ada yang sengaja izin ke kamar mandi hanya untuk melampiaskan tawa mereka. Para ibu-ibu PKK dikelasku pun mulai ribut berbisik-bisik. Dan aku bisa menebak apa yang mereka bicarakan. Pastinya soal penampilan pak Hasto. Aku tidak habis pikir dengan mereka. Kenapa hanya karena penampilan pak Hasto yang seperti Hitler itu, mereka bisa dengan sesuka hati menertawakan pak Hasto. Benar-benar tidak sopan!, kampungan! Setelah pak Hasto keluar, akupun pergi ke kamar mandi untuk melampiaskan tawa yang aku tahan selama 1 jam tadi.
Mungkin memang karakter dosen sepertinya agak kolot dan terlihat old school. Seharusnya untuk menarik perhatian mahasiswa yang rata-rata masih unyu-unyu, cobalah sedikit fashionable dan modis dikit. Karena biasanya dengan setelan old school seperti itu, bisa mencirikan bagaimana cara mengajarnya. Dan biasanya memang orang seperti itu akan cenderung ngobrol di depan kelas dengan wajah lurus tanpa ada ekspresi. Sekalinya orang seperti itu melemparkan candaan, pasti jatuhnya bakal garing.
Bagiku, penampilan itu sangatlah penting. Karena lewat penampilan yang pas dan terlihat pantas, maka orang-orang akan menghargaimu. Dan akupun menerapkan hal itu. Aku selalu menjaga penampilanku. Aku tidak mencoba menjadi seorang yang perfectionis tapi lebih kepada menjadi seseorang yang dapat menarik perhatian orang lain dengan apa yang aku miliki. Ketika kita menjaga penampilan kita dengan baik. Itu tandanya kita peduli kepada diri sendiri. Semasa SMA pun bisa dibilang aku adalah siswa yang digemari karena penampilanku. Karena aku terlihat selalu rapi dan modis. Meskipun untuk urusan wajah, agak kurang membantu. Maka dari itu aku mengakali kekuranganku itu dengan menonjolkan karakter lewat selera berpakaian yang aku miliki.
Dari luar terdengar suara ketukan pintu. Kelas tiba-tiba menjadi hening. Akupun beranjak dari kursi ku dan segera membuka pintu. Setelah aku membuka pintu, aku melihat seorang pria muda dengan perawakan yang benar-benar sempurna. Kulit putih, tinggi, hidung mancung, dan jika dilihat sepintas, orang ini agak mirip-mirip salah satu personil boy band Korea. Hmmm… ya, dia mirip Siwon super junior!!!. Tiba-tiba pria tersebut bertanya padaku dengan suara yang begitu halus dan juga bahasa yang sangat sopan. “maaf, apakah ini benar kelas IA teknik informatika?”, “ooh, iya mas. Ini benar kelas IA teknik informatika. Ada apa ya mas?”, “ahh, berarti benar ini kelasnya. Saya Yohannes, dosen mata kuliah Pemrograman Komputer, kebetulan sekarang jadwal saya dikelas ini”, “ooh.. maaf pak. Silahkan masuk pak!.” Seketika itu aku kaget dan merasa tidak percaya, ternyata dia adalah pak Yohannes, Oh Damn! Tanpa basa basi akupun langsung mempersilahkan pak Yohannes untuk masuk kedalam kelas.
        Ternyata pak Yohannes tidak seperti dugaanku sebelumnya. Dugaanku meleset 100%. Benar-benar meleset. Aku kira aku akan menemui seorang dosen yang mungkin sama seperti sebelum-sebelumnya. Tapi ini benar-benar agak mengejutkanku. Pak Yohannes masih muda! Selain muda, dia juga tampan! Benar-benar ancaman. Aku jarang sekali memuji seorang laki-laki. Bahkan hampir tidak pernah. Karena buatku agak aneh bila seorang laki-laki memuji laki-laki, apalagi mengomentari penampilan fisik nya. Tapi kali ini, aku tidak bisa mengabaikan hal tersebut. Karena secara otomatis setelah melihat pak Yohannes, aku langsung menyebutnya tampan.
          Benar-benar sulit dipercaya. Jika dia tidak bertanya barusan. Mungkin aku kira dia adalah orang asing. Karena wajahnya benar-benar mirip seperti orang korea. Wajah oriental dengan sedikit sentuhan Indonesia. Sempurna. Dalam benakku penuh tanya tentang pak Yohannes ini. Berapa umurnya? Dia meraih gelar Doktor pada usia berapa? Kenapa dia terlihat masih begitu muda? Aku kira seseorang yang bergelar Doktor pastilah orang tua yang mirip kakek nya sungoku di anime dragonball.
          Dengan wajah pak Yohannes yang mirip orang korea seperti itu, dan ditambah gelar akademik yang tak diragukan lagi. Pasti ibu-ibu PKK dikelasku akan ribut parah. Dan seperti dugaanku. Setelah pak Yohannes masuk. tiba-tiba para gadis dikelasku terdiam sejenak. Dengan wajah seperti macan tutul yang akan menerkam mangsa. Bahkan ada juga yang melongo mirip seperti ikan mujaer. Keheningan itu akhirnya pecah setelah pak Yohannes memperkenalkan dirinya dan menyapa para mahasiswa. “halo semuanya!, selamat pagi!. Salam sejahtera untuk kita semua. Perkenalkan, nama saya Yohannes. Saya adalah dosen mata kuliah Pemrograman Komputer di semester ini. Saya merupakan alumni FASILKOM dari Universitas Indonesia. Dan baru saja meraih gelar Doktor. Salam kenal semuanya! Mudah-mudahan kita semua bisa saling bekerjasama serta menjalin hubungan antara dosen dan juga mahasiswa secara baik dan sehat. Sebelum saya lanjutkan kepada hal teknis tentang mata kuliah saya. Saya berikan kesempatan kepada kalian untuk bertanya.”
          Ketika pak Yohannes memberikan kesempatan untuk bertanya, sontak para ibu-ibu PKK dikelasku menjadi beringas dan tiba-tiba menjadi mahasiswi yang aktif. Tidak ada pertanyaan yang menyangkut mata kuliah yang dipegang pak Yohannes. Semua hanya seputar kehidupan pribadi, hobby, dan juga tak lupa bertanya tentang status hubungan pak Yohannes. Memang kelas saat ini dikuasai para wanita.
          Aku lihat anak laki-laki dikelasku cenderung pasif, tidak ada yang bertanya pada pak Yohannes. Tapi aku bisa rasakan hawa-hawa kecemburuan dari para laki-laki dikelas ini. Karena mereka menatap pak Yohannes dengan tatapan yang tajam. Sepertinya mereka paham akan ketidakberdayaan mereka. Tapi entah kenapa aku merasa terpanggil untuk menanyakan sesuatu pada pak Yohannes. Daripada kelas ini dikuasai para wanita yang sedang menggila, lebih baik aku bertanya pada pak Yohannes tentang latar belakang akademik nya. Dengan tenang aku mengangkat tangan kanan ku dan memotong sedikit pembicaraan pak Yohannes. “pak, bolehkah saya bertanya?”, “iya, tentu saja”, “saya ingin bertanya pak, tentang latar belakang akademik bapak. Apa yang menyebabkan bapak bisa mendapatkan gelar Doktor di umur bapak yang masih muda? Apakah tidak pusing dan jenuh pak dalam menempuh pendidikan secara terus menerus tanpa istirahat dulu?.”
          Dengan senyum simpul, pak Yohannes pun menjawab pertanyaanku yang sebenarnya bukan pertanyaan seorang mahasiswa yang harusnya memiliki kemampuan lebih daripada siswa SMA. “Karena saya suka belajar.” Jawab pak Yohannes. “Cuma itu saja pak?” tanyaku kembali menegaskan, “Iya, Cuma itu saja.”
          Ternyata pertanyaanku hanya dijawab dengan singkat saja. jawabannya hanya karena dia suka belajar. Tapi menurutku apakah hanya suka dengan yang namanya belajar bisa menjadi motif buat seseorang untuk bisa menempuh jenjang pendidikan tinggi sampai tingkat Doktor? Aku rasa ada alasan lain selain hanya “suka belajar” saja. Dosen ini membuatku penasaran. Tapi, yang makin buat aku penasaran, kenapa dia memutuskan untuk mengajar di sini, di Cianjur. Dia merupakan lulusan Universitas Indonesia. Seharusnya dengan gelar nya, dia bisa menjadi Dosen di Universitas Negeri ataupun Universitas Swasta terkemuka yang ada di seluruh Indonesia.
*
          Jadwal hari ini tidak terlalu padat, mungkin karena memang untuk minggu pertama ini, perkuliahan belum begitu efektif. Daripada pulang kerumah, aku memutuskan untuk nongkrong dulu di kantin kampus sambil liat-liat siapa tahu ada yang bening. Namun kenyamanan yang aku rasakan beberapa menit harus sirna ketika si kampret Rega datang dengan tepukan di pundak yang sudah mirip jurus kamehameha, keras dan mematikan! Rega pun menyapaku dengan suara yang agak keras “Hai dra! Lagi apa kau?”, “aku lagi berenang ga!”, “ah masa? Kok di kantin?”, “biar kau nanya!”, “ohhh… eh, gimana kuliah mu dra? Seru?”, “aku belum tahu ga, perkuliahan belum dimulai. Kalo emang cocok dan menyenangkan, aku mau lanjut, tapi kalo bikin boring dan nggak sesuai ekspektasiku, aku mau pindah aja semester depan ga! Kalau kau?”, “kalo aku sih udah mulai perkuliahan dra, udah ada materi juga, so far sih enak kuliah di FH, selain karena aku emang orangnya agak kritis…”, mendengar rega menyebutkan bahwa dia kritis, akupun sedikit menyela pembicarannya, “kritis? Habis ketabrak mobil kau ga? Pake kritis segala! Haha”. Mendengar kata-kata ku yang menghina, Rega pun marah dan mencubit perutku sampe biru. Entah kenapa temen cewek ku yang satu ini suka sekali menyakiti, kalo enggak mukul ya nyubit, mungkin cita-cita dia dulu pengen jadi petarung UFC kali.
        Ditengah obrolan ku dan Rega yang tidak karuan, tiba-tiba pandanganku sedikit teralihkan kepada seorang wanita yang baru saja duduk di meja depan, yang tidak terlalu jauh dari meja ku. Sepertinya aku kenal wanita itu. Kalo tidak salah, namanya adalah Hestia. Kelas IC Teknik Informatika. Tapi kenapa dia sendirian ya? Biasanya dia selalu ditemani oleh geng chibi-chibi, Puji sama Windy. Melihat tatapanku yang tertuju pada Hestia, Rega pun langsung mengagetkanku dengan mencubitku lagi, sontak aku pun menjerit karena kesakitan, sehingga seisi kantin melihat ke arahku dan Rega. “Aduh, ga.. ngapain kau cubit aku?” (dengan sedikit suara lirih), “kau aku ajak ngobrol malah melototin cewek dra!, emang cewek yang duduk depan kita itu siapa? Kau suka sama dia?”, “ahh enggak ga, dia temennya temen aku kok, aku cuma heran aja, biasanya dia kemana-mana selalu bertiga dah kayak logo olimpiade, tapi tumben skrng sendirian aja di kantin.”, “mungkin temennya nanti nyusul dra, kayak nggak tahu cewek aja kau!”. “iya mungkin ga..,” Obrolanku dengan Rega akhirnya berlanjut kembali, sambil sesekali aku melihat ke arah Hestia.
“Dra, kamu kenapa milih jurusan TI? Padahal kau pilih FH aja kemarin biar kita bisa sama-sama lagi.”
“dari SMA kita kan udah temenan ga, 3 tahun lebih.. dari kelas 1 sampe kelas 3 SMA.”
“tapi kan kita pas kelas 2 beda jurusan dra, kau ambil IPS aku ambil IPA.”
“kau ambil IPA tapi pas kuliah malah ngambil hukum ga, hukum kan rumpun IPS”
“nah kau sendiri dra, jurusan IPS malah masuk Informatika”
“aku kan waktu SMA suka banget ngotak ngatik komputer ga, ketambah memang nilai yang paling besar dari semua mata pelajaran itu cuma B.Inggris sama TIK”
“ooh iya ya, dulu waktu kelas 1, nilai TIK sama B.Inggris mu yang paling bagus dra..”
“tapi dra, aku denger-denger dari mahasiswa TI angkatan kebelakang, jurusan TI lulusnya lama lo, ketambah banyak itung-itungannya juga, kau dah tau belum?”
“wah, emang iya ga?”
“ah kau dra, kuliah cuma tahu masuk sama pulang aja, emang kau nggak tanya-tanya sama senior?”
“enggak ga, lagian aku nggak deket sama senior. Aku kesel kali sama senior, apalagi pas OSPEK. Mereka sok berkuasa, waktu OSPEK kemarin aku kan sempet jadi bahan obrolan mereka ga, soalnya aku ngelawan pas disuruh push-up gara-gara telat 5 menit. Emang siapa mereka? Kalo habis OSPEK aku langsung jadi Tentara sih nggak apa-apa. Nah ini, Cuma jadi mahasiswa aja pake acara main fisik suruh push-up. Gara-gara itu para senior sebel sama aku ga.”
“hadeuhh, emang disuruh push-up berapa kali dra?”
“lima ga..”
“dih, Cuma lima kali aja lagakmu dah kayak yang disuruh push-up lima puluh kali, haha..”
“kan malu ga, masa orang keren kayak aku harus push-up dihadapan para cewek”
“preetttt!!”
Ditengah obrolan, tiba-tiba HP Rega berbunyi, lalu kemudian Rega pamit kepadaku untuk kembali ke kelas, karena ada kumpulan. “Dra, aku pamit dulu ya.. ada kumpulan kelas. Minggu depan jangan lupa kerumahku, pagi nya kita jogging bareng Rivan di lapang Prawatasari, oke?”, “oke ga, siap laksanakan”.
Bertepatan dengan perginya Rega, tiba-tiba teman Hestia, Puji dan Windy datang. Ternyata duggan Rega tepat, Hestia tidak sendiri, dia menunggu temannya datang. Daripada nanti aku ketahuan disini, lebih baik aku segera pulang saja kerumah. Namun ketika aku beranjak dari tempat duduk ku, tiba-tiba Windy menyapa. “Indra,,,,!!”, “waduh, baru mau pulang, malah dipanggil” (timpalku dalam hati), “Hi Windy!”, “mau kemana dra?”, “mau pulang win”, “ish, baru juga jam 1, ngapain pulang cepet-cepet? Sini dulu, duduk bareng kita dra” dengan terpaksa, akupun mengikuti perintah Windy, entah kenapa, aku nurut banget kalo udah disuruh Windy. “Hestia, ni ada Indra” (ucap Windy dengan suara agak keras), tiba-tiba Puji membuat kata-kata yang bikin orang akan salah paham, gerogi dan baper yaitu kata “Cie…”, entah kenapa tiba-tiba ni orang berdua malah bikin keadaan jadi canggung gini. Mungkin Hestia memang tidak melihatku sebelumnya, karena dia duduk membelakangi aku dan Rega, sehingga ketika Windy memanggilku, dia agak sedikit kaget. Anehnya, aku sepintas melihat wajahnya berubah ketika melihatku, agak merah merona, entah karena demam, salah make-up atau emang kayak gitu. Tapi aku tidak mau menyimpulkan kalau Hestia suka sama aku. Karena selama ini aku sama sekali tidak dekat dengan dia, aku hanya dekat dengan Windy dan Puji saja. Aku bertemu Hestia hanya sebatas papasan saja, tidak lebih. Agar suasana tidak canggung, aku coba untuk menyapa Hestia supaya terkesan biasa saja. “Hai Hestia! Apa kabar?” namun sapaanku malah membuat suasana makin gaduh, 2 orang wanita binal kampret, si Windy dan Puji malah semakin menambah kecanggungan saja.
“Cieee Indra menyapa Hestia!” ucap Puji.
“widih, apasih ji? Jangan gitu dong, kan jadi canggung nih”
“duh, kayak judul lagu tuh dra” celetuk Windy.
“Laila Canggung itu!”
Mendengar celetukan teman-temannya dan jawaban spontan yang kuberikan, Hestia tersenyum simpul dan sedikit tertawa, meski aku tahu kalo dia pengen banget ketawa terbahak-bahak, tapi karena dia cewek cantik, jadi agak ditahan. Hestia menjawab pertanyaanku dengan wajah yang sangat antusias, “hai dra, alhamdulilah kabar baik, sebaliknya gimana?”, “baik juga Hestia”. Belum sempat melanjutkan obrolan tiba-tiba Hestia membuka tas nya dan melihat notifikasi WA. Setelah itu dia ijin pamit kepadaku dan 2 teman nya. “Dra, maaf nggak bisa ngobrol lama-lama, nanti kita lanjut lagi ya!”. Setelah berpamitan dengan Windy dan Puji, dengan langkah tergesa, Hestia pun pergi. Aku penasaran dengan yang barusan terjadi, apakah ada sesuatu? Untuk menjawab rasa penasaranku, aku bertanya kepada Windy dan Puji yang masih sibuk dengan Batagor yang mereka pesan sebelumnya. “Girls! Kenapa si Hestia buru-buru gitu? Mau kemana sih?”, Windy pun menanggapi pertanyaanku “ooh, pacarnya dra! Beres pulang dari kampus, biasanya dia dijemput. Pacarnya kk tingkat kita kok, dia tingkat 3”, “ooh udah punya pacar..”, “kenapa kau dra? Kecewa ya? Haha” balas Puji. “ahh enggak, kirain ada sesuatu, ternyata ditungguin pacarnya.” Setelah berbincang beberapa menit, akupun berpamitan dengan Windy dan Puji untuk pulang kerumah.
Setibanya dirumah, aku langsung pergi ke kamar, lepas sepatu, dan terjun ke kasur ku yang empuk. Terasa letih sekali hari ini, entah kenapa. Tapi aku masih kepikiran hal barusan. Nampaknya aku punya sedikit perhatian dengan Hestia. Kenapa aku selalu kepikiran wajahnya yang cantik itu ya, apalagi ketika dia tersipu malu. Arghhh, dia kan sudah punya pacar! Lebih baik aku tidur saja. Belum sempat menutup mata, tiba-tiba WA ku berbunyi, setelah aku lihat ternyata pesan dari Windy. Dia mengundangku untuk datang ke acara makan-makan bareng geng nya besok. Entah harus meng-iya kan atau tidak. Pasti bakal ada Hestia lagi. Ini kesempatan buat kenal jauh dengan Hestia. Mungkin aku akan ikut besok.
***

Sunday, 14 May 2017

NOVEL "SALAH JURUSAN" Bag. I

       Hallo sahabat whoopys, kali ini mimin akan memenuhi janji untuk posting novel yang mimin iseng buat, judulnya "Salah Jurusan". Novel ini sebenarnya belum jadi sih, tapi mimin mau coba upload buat mengetahui respon dari teman-teman, sekaligus minta saran, kritik ataupun koreksi yang membangun, soalnya ini pengalaman pertama mimin buat bikin sebuah novel. Rencana nya kalo dapet respon positif dari temen-temen, InsyaAllah mimin mau serius buat lanjutin, karena udah beberapa bulan mandeg nih.. he.. maklum, ketilep sama tugas kuliah, jadi males, trus nggak ada penyemangat juga, jadi tambah males. Mungkin dalam penulisan cerita awal ini, masih banyak kekurangannya, karena memang latar belakang mimin bukan anak sastra, jadi harap maklum ya sahabat whoopys.. he..
       Oke, novel yang mimin buat ini secara garis besarnya mengisahkan tentang seorang mahasiswa freshman nih, alias baru tingkat 1. Namanya Indra. Si Indra ini sangat antusias banget dengan debut pertama nya masuk kuliah. Karena memang dia udah nggak sabar buat menjalani hari-hari menjadi seorang mahasiswa. Di kampus, dia mendapat teman-teman kelas yang gokil dan nyebelin, dan malahan hari pertama masuk, dia "dikerjain" temen kelas karena tiba-tiba tanpa dia tahu, dia mendapati kalo dia dipilih jadi KM, walopun dia paling nggak mau kalo disuruh jadi seorang pemimpin, tapi apa daya, karena dia dibujuk teman sekelas, akhirnya dia harus ikhlas menerima. Indra selalu bermimpi untuk menjadi seorang ahli IT, karena memang dia punya passion di bidang IT, meski tuntutan orang tua, Indra harus jadi guru atau PNS. Maka dari itu, dia memilih untuk masuk jurusan Informatika. Kehidupan seorang Indra di awal debut pertama masuk kuliah dan di awal semester benar-benar dipenuhi dengan cerita-cerita menarik, terutama masalah percintaan. Ditengah galau nya dia karena ekspektasi yang salah terhadap jurusan yang dia pilih, hingga dia harus berpindah jurusan, dia juga harus menghadapi realita cinta yang pahit dan beberapa kesialan setiap kali ingin mencoba buat move on dari masa lalu nya. Lalu apakah si Indra bisa benar-benar move on dan mendapatkan cinta sejatinya? terus gimana ceritanya dia bisa salah jurusan? anda penasaran? sama, saya juga... haha..
       Nah Guys, disini mimin mau coba share bagian pertama dari novel mimin, mudah-mudahan banyak yang suka. Kalo kalian suka, tolong komen yahhh... :D



I
Pohon Rindang yang Meneduhkan

          Alarm handphone yang berdering kencang membangunkanku dari tidur nyenyak ku pada pukul 5 pagi tepat. Mataku yang tadinya terpejam, sekarang sudah mulai terbuka walau hanya sedikit. Mata ini masih terasa berat dan agak sulit untuk dibuka dengan lebar. Namun aku coba memaksakan diri untuk bangun dari tidurku dan duduk sebentar dipinggir ranjang dengan kantuk yang ternyata belum bisa sepenuhnya hilang. Setelah beberapa menit, aku coba untuk berdiri dan berkaca, ternyata mataku sudah mirip seperti orang tionghoa. Sipit sekali. Mungkin efek begadang semalam yang membuatku seperti ini. Semalam memang aku sengaja begadang untuk melihat pertandingan sepak bola. Karena malam tadi tim favoritku bertanding. Seandainya hari ini bukan hari istimewa, mungkin aku tidak akan bangun sepagi ini. Aku bukanlah tipe orang yang suka bangun pagi lalu berkegiatan dipagi hari dengan wajah berseri dan penuh semangat diiringi dengan ucapan “aku siap!! Aku siap!!”, aku bangun pagi hanya sekedar untuk melakukan shalat subuh lalu kemudian tidur lagi. Bangun pagi bukanlah gaya hidupku. Tapi untuk hari ini, adalah suatu pengecualian.
Hari ini adalah hari pertamaku masuk kuliah, rasanya tak sabar untuk bertemu dengan teman-teman baruku yang sudah aku kenal sebelumnya pada kegiatan ospek 2 hari yang lalu. Sekarang aku sudah resmi menjadi seorang mahasiswa. Entah kenapa hari ini aku sangat bersemangat. Aku sengaja bangun pagi-pagi sekali, hanya untuk merasakan hari pertama menjadi seorang siswa yang maha, siswa dari segala siswa, siswa yang strata sosial nya paling tinggi dan dianggap sebagai cendekia sejati. Ya, akulah panji sang penakluk!!, ahh, maksudku, akulah sang mahasiswa!!.
Setelah beres mandi, akupun sibuk memilih OOTD (Outfit Of The Day) yang sekiranya cocok dan akan terlihat cool ketika aku gunakan. Aku bingung harus menggunakan pakaian seperti apa. Aku hanya ingin debut pertama kuliahku dapat meninggalkan kesan buat teman-teman baruku nanti. Dipikir-pikir, ternyata untuk masalah baju, lebih enak waktu masih sekolah dulu. Tidak usah bingung ingin menggunakan baju seperti apa. Karena dulu ketika sekolah, seragamnya sama. Tidak akan ada yang mengomentari penampilan kita.
Waktu sudah menunjukkan pukul 05.45 dan aku masih bingung mau menggunakan baju apa. Mungkin ini hal konyol, tapi untukku, penampilan adalah nomor 1. Aku tidak bisa membiarkan debut pertamaku sebagai seorang mahasiswa berakhir dengan kesan buruk, khususnya pada penampilanku. Karena penampilan akan mencerminkan bagaimana dirimu serta karaktermu. Percaya atau tidak, hal yang paling pertama orang lihat ketika pertama kali bertemu adalah fisik dan juga penampilannya. Mungkin perkataan ini sedikit terkesan bahwa aku adalah seorang perfectionis yang hanya mementingkan fisik. Tapi, faktanya, memang seperti itu. Aku hanya bersifat realistis saja dan mencoba untuk tidak menjadi munafik.
Setelah hampir 20 menit berkutat memikirkan penampilanku hari ini, akhirnya aku mendapatkan outfit yang akan aku gunakan untuk pergi ke kampus nanti. Ya, aku akan menggunakan setelan yang casual, dengan kaos putih polos yang luaran nya menggunakan kemeja biru gelap bermotif kotak-kotak. Lalu bawahannya menggunakan celana jeans slimfit hitam. Dan untuk alas kakinya, aku coba menggunakan sepatu nike monokrom.
Bravo!! Aku sudah siap untuk pergi ke kampus. Semua sudah siap. Penampilan sudah rapi. Tapi tunggu, aku lupa untuk menyisir rambutku. Mungkin akan lebih menarik bila aku sisir rambutku ke arah kanan dengan sedikit gel rambut agar terlihat agak basah.
Oke, semua persiapan sudah beres, tinggal pergi ke kampus. Hari pertama ini, aku harus berada di kampus tepat pada pukul 07.30, dan sekarang sudah pukul 06.55, aku harus segera bergegas. Akan dibutuhkan waktu 30 menit untuk sampai ke kampus dengan menggunakan motor. Nampaknya aku sedikit menghamburkan waktu. Banyak waktu yang terbuang gara-gara sibuk dengan penampilan. Tanpa buang-buang waktu lagi, aku segera men-starter motorku dan bergegas berangkat menuju kampus.
*
Setelah menaiki motor selama kurang lebih 37 menit, akhirnya aku sampai dikampus juga. Ternyata aku sudah telat 3 menit. Tapi tidak apa-apa, yang penting aku sudah sampai dikampus, hanya telat 3 menit saja. aku segera membuka jok motorku dan mengaitkan helm ku lalu segera berjalan menuju kelas. Dari tempat parkir menuju kelasku tidak begitu jauh, karena memang kampus ku bukanlah kampus negeri ataupun kampus swasta yang memiliki luas lahan minimal 20 Hektar. Hanya dengan berjalan kaki tidak sampai 2 menit pun aku sudah sampai di depan kelas. Aku coba untuk membuka pintu kelas dengan perlahan, dan ternyata belum ada dosen yang masuk. Aku sedikit lega. Aku mengira dihari pertamaku menjadi mahasiswa ini, aku akan di caci maki habis-habisan oleh dosen karena terlambat. Mental ku masih belum siap menerima hal seperti ini. Aku masih membawa sifat dan juga karakter anak SMA. Belum bisa santai. Masih merasa saja bahwa aku sedang berada di SMA. ketika kita terlambat masuk kelas, maka kita akan di caci maki habis-habisan oleh guru. Aku lupa kalau sekarang aku sudah menjadi siswa yang maha. Akulah sang mahasiswa!!. Aku harus bisa sedikit demi sedikit merubah kebiasaan serta karakterku ketika di SMA. Aku harus siap untuk bisa berubah dan beradaptasi dengan cepat.
Keadaan dikelasku ternyata masih kurang begitu ramai, hanya ada setengah mahasiswa saja yang masuk. Aku tidak mengerti, padahal sudah jam setengah delapan lebih, tapi kelas belum penuh. ditambah, belum ada dosen juga yang masuk. aku sengaja memilih tempat duduk di baris pertama ujung kanan, karena memang dekat dengan pintu. Ternyata jadi mahasiswa itu enak juga ya, tidak usah rebutan tempat duduk. Tempat duduk pun dikhususkan untuk satu orang saja, dengan sandaran khusus untuk menulis disamping kanan bangku.
Dulu waktu SMA, aku harus berbagi tempat duduk dengan temanku. Satu meja panjang dengan 2 orang. Posisi seperti itu terkesan agak sedikit konvensional. Namun, dibalik kekonvensionalan nya, posisi tersebut ada bagus nya juga, karena memudahkan kita untuk mencontek dengan teman sebangku kita. Namun, sistem satu meja 2 bangku itu menurutku agak sedikit merepotkan dan membosankan juga sih. Karena terkadang kita diharuskan untuk memilih teman sebangku kita, dan hal itu bisa membuktikan karakter kita sebenarnya. Ada yang duduk nya ingin dengan orang yang pintar lagi, ada yang duduknya ingin dengan yang satu visi dan misi, ada yang duduknya ingin dengan orang yang disukai, ada yang duduknya ingin dengan teman dekat, bahkan ada juga yang duduknya ingin dengan gurunya. Nah, biasanya murid yang seperti itu duduknya sendiri, karena gurunya nggak mau duduk sama dia. Kalo aku sih, lebih fleksibel, duduk dengan siapa saja. Asal jangan duduk sama Limbad. Soalnya kalo duduk sama limbad, aku nggak akan bisa nyontek. Kebayang kan pas lagi ulangan. Mana ulangannya ulangan matematika. Pas nanya sama limbad. “Lim, nomer 2 jawabannya gimana bro?”. terus limbad jawab “hmmmmmm….” Terus aku nanya lagi “lim, yang bener dong!! Jawabannya apa?” terus limbad jawab lagi, “hmmmmmm…” karena limbad jawabnya Cuma “hmmmm” saja, akhirnya aku pukul kepala nya. Tiba-tiba ketika beres ulangan, aku muntah silet.
Pada saat aku sedang asik melamun tentang perbandingan masa SMA dan Kuliah. Tiba-tiba ada seorang yang mengetuk pintu kelas. Karena aku duduk paling pinggir dekat pintu, terpaksa aku yang harus membuka pintunya. Saat aku membuka pintu, ternyata ada sesosok pria dengan kepala agak botak, memakai kacamata, dengan perawakan yang kurang begitu tinggi dan perut yang buncit. Dari penampilannya, aku rasa dia adalah dosen yang akan mengajar dikelasku. Akupun duduk kembali dan mengeluarkan buku beserta peralatan tulis. Persiapan kalau kalau dosen itu memberikan materi. Dosen tersebut kemudian memperkenalkan diri di depan kelas. Ternyata namanya adalah Pak Saepudin, dia bilang kalau dia adalah wali kelas untuk tingkat IA. Aku baru tahu, ternyata di perkuliahan masih ada yang namanya wali kelas. Dia memberitahu bahwa untuk minggu pertama awal perkuliahan, belum ada materi perkuliahan. Jadi, minggu efektifnya dimulai minggu depan. Untuk minggu sekarang, hanya perkenalan para dosen mata kuliah saja.
Ternyata hari ini belum mulai perkuliahan. Aku tidak jadi menulis. Padahal aku ingin sekali menulis. Tapi tidak apa-apa sih. Padahal dalam hati aku sangat bergembira sekali mendengar perkataan bapak dosen tersebut, haha.
Setelah hampir 1 jam dosen tersebut berbicara. Akhirnya dia pun keluar dari kelas. Dan kelas pun menjadi gaduh kembali. Dihari pertama ini, aku bisa melihat dan menebak karakter teman-teman kelasku hanya dengan melihat tingkah laku mereka. Memang dikelasku ini mayoritas adalah wanita. Jumlah total mahasiswa ada 36 dan setengahnya lebih adalah wanita. Entah kenapa kelasku harus dipenuhi oleh banyak wanita. Sebenarnya tidak apa-apa sih kalau dikelasku banyak mahasiswi nya. Setidaknya aku jadi bersemangat buat kuliah. Tapi, aku tidak mengerti mengapa saat ini perbandingan antara wanita dan pria itu adalah 4:1 ? apakah memang laki-laki sudah mulai punah? Atau memang banyak para orang tua yang berharap anaknya adalah anak perempuan? Ya mungkin tujuannya agar setelah lulus SMA bisa langsung dinikahkan, supaya tidak membebani orang tua. Mungkin pemikiranku agak ekstrim, tapi ya itulah fenomena yang terjadi saat ini.
Karena dikelasku banyak perempuan, kondisi kelas sangatlah gaduh. Gaduh karena obrolan mereka yang entah apa, dengan nada suara yang agak tinggi dan keras. Ada yang sedang ngobrol tentang cowok nya, ada yang sedang ngobrol tentang pengalamannya waktu OSPEK, ada yang sedang ngobrol tentang bisnis online, ada yang sedang ngobrol tentang wali kelas yang tadi baru masuk, ada yang sedang ngobrol tentang temennya sendiri yang satu kelas, ada yang ngobrol tentang orang yang sedang ngobrolin mereka, dll. Kalo cowo nya, lebih pendiam. Mereka Cuma asik main laptop dan bermain game. Maklum, anak tekhnik informatika. Kalo nggak belajar hacking, ya main game online. Mungkin karena akses WiFi dikelasku memang bagus dan gratis. Ya iyalah gratis, fasilitas WiFi sudah termasuk uang awal kuliah.
Ternyata, anak-anak cowo dikelasku kurang aktif. Kalah sama anak-anak cewe nya yang agresif. Benar-benar kelas yang sangat kontras. Aku memilih untuk keluar kelas saja, menikmati sejuknya udara pagi dan suasana kampus. Mumpung masih bebas. Lagipula, belum ada dosen masuk. pada saat aku keluar kelas, aku melihat ada seseorang sedang duduk agak jauh dari kelas. Aku mengerecitkan sedikit kedua mataku untuk memastikan siapa orang yang sedang duduk dibawah pohon rindang sana. Sepertinya aku mengenalnya. Dia Nampak seperti teman kelasku. Untuk memastikannya, aku coba untuk menghampirinya.
Setelah aku hampiri, ternyata aku mengenal sosok tersebut. Dia adalah Ivan, teman sekelasku. Aku tidak tahu mengapa dia duduk terdiam dibawah pohon rindang sendirian. Dia ingin menghalangi jalan orang atau apa? Daripada sibuk berspekulasi, aku putuskan untuk menegurnya. Aku menyapanya dan duduk disamping nya.
“van!, sedang apa kau disini?”
“eh, kau dra. Aku sedang galau nih dra!”
 “galau kenapa kau van? Ini hari pertama kita masuk kuliah, masa kau sudah galau. Memangnya galau gara-gara apa?”
“aku diputusin pacarku dra”
 “hmmmmm… kirain rumahmu kebakaran atau apa, ternyata Cuma diputusin cewe doang. Udah nggak usah galau, cewe masih banyak van”
“ahh, kau tidak mengerti dra. Dia itu cinta pertamaku”
ivan bercerita tentang kegalauannya dengan wajah yang terlihat agak serius. Akupun mencoba untuk mendengarkan semua cerita galaunya dan mencoba mengerti keadannya, walau sebenarnya aku tidak peduli.
“memangnya kau putus sama pacarmu karena apa van?”
“cewekku selingkuh dra” mata ivan sedikit berkaca-kaca.
“sama siapa? Teman mu?”
“sama bapak ku dra!”
 “Astagfirullah… yang bener kamu van, masa?”
“ya enggalah dra!! Bukan sama bapak ku, tapi sahabat ku sendiri. Sahabatku itu nikung aku dra”
 “lahhh, aku kira pacarmu selingkuh sama ibumu. Yaudah van, ikhlaskan saja, jodoh nggak akan kemana kok, pacarmu pasti nggak akan kembali sama kamu”
 “loh? Kok gitu dra? Kan harusnya kalo jodoh pasti kembali”
“iya, maksudku itu van. Sensitif banget sih.”
Setelah mendengarkan curahan teman kelasku yang tidak penting. Aku memutuskan untuk kembali ke kelas. Tentunya dengan membawa Ivan. Karena aku khawatir dia akan bunuh diri dengan cara gantung diri dipohon. Aku tidak tahu harus sedih atau tertawa. Karena betapa konyolnya dia kalau benar-benar bunuh diri dengan cara gantung diri diatas pohon Cuma gara-gara wanita. Ahh… wanita, akupun sering mengalami hal menyakitkan dengan yang namanya wanita.
Aku dan Ivan kembali menuju kelas. Namun di dalam kelas, ada yang aneh. Tiba-tiba aku lihat di papan tulis sudah ada namaku dengan tanda tally seperti bekas pemilihan umum atau apalah itu. Ada 3 nama di papan tulis itu, dan salah satunya adalah namaku. Aku bingung dan heran. Teman-teman mengucapkan selamat padaku. Entah apa yang terjadi. Aku coba bertanya pada mereka. “teman-teman. Ada apa ini? Kok ada namaku di papan tulis? Sama ada hasil voting segala. Apaan tu?”, kemudian salah satu temanku merespon pertanyaanku. “kamu jadi ketua kelas dra.” Akupun terdiam dan terkejut. Konspirasi macam apa ini? Apakah aku dijebak? Aku cuma keluar 45 menit. Itupun gara-gara aku harus mendengarkan curahan hati si Ivan kampret yang ngobrolin cerita galau nya yang bikin aku ingin muntah. Tidak, ini tidak benar. Seharusnya mereka memberitahu aku jika aku hendak dicalonkan menjadi ketua kelas. Akupun mencoba protes kepada mereka. “teman-teman. Mohon pengertiannya, saya tidak mencalonkan diri sebagai ketua kelas, dan juga tidak ingin menjadi ketua kelas. Kenapa kalian memilih saya?”, salah satu perwakilan kelas menjawab. Kali ini yang menjawab adalah Cinta, ketika masa OSPEK, dia memang orangnya pinter ngomong dan juga supel. Walaupun tidak ada orang yang bertanya padanya, dia tidak segan-segan bertanya dan menyapa orang-orang di sekitarnya. Antara supel sama agak-agak hyperaktif dan agresif. “dra, kami percaya sama kamu. Kamu tu orangnya punya jiwa pemimpin! Keliatan banget pas OSPEK kemarin. Kamu jadi pemimpin kelompok kita.” Wah, gila nih cewe. Iya sih waktu OSPEK, aku sempet jadi ketua kelompok. Tapi jadi PLT aja, karena temenku yang jadi ketua waktu itu pingsan, gara-gara kepleset kulit pisang yang dibuang Cinta. Karena waktu itu dikelompok ku Cuma ada 2 orang cowok dan sisanya perempuan. Makannya aku terpaksa jadi ketua. “mhhh.. cinta, kan waktu itu aku cuma jadi pemimpin kepaksa.”, “tapi kamu pantas untuk jabatan ini dra, aku percaya kamu. Udah ganteng, tinggi, putih, berjiwa pemimpin lagi. Temen-temen juga pada setuju.” Duh, bener-bener kampret nih si cinta. Main giring opini publik segala.
Karena banyak desakan temen-temen yang menginginkan aku jadi KM (Ketua Kelas), terpaksa akhirnya aku menyetujui permintaan mereka. Memang tadi wali kelas sebelumnya sudah menginstruksikan untuk segera memilih KM, tapi aku tidak menyangka mereka merencanakan hal jahat untuk menjebakku. Haduh, hari ini benar-benar kacau. Aku paling benci bila harus menjadi seorang ketua atau pemimpin. Karena aku tidak ingin memerintah orang lain atau harus diberikan tanggung jawab atas sesuatu yang tidak aku inginkan. Padahal kalau aku lihat perolehan suara di whiteboard perbedaan suaranya sangat terlihat jelas sekali. Dari 36 orang, yang tidak memilih aku hanya 10 orang saja. lalu 2 orang lagi yang dicalonkan sebenarnya buat apa? Apa Cuma buat formalitas aja?. Benar-benar teman-teman yang berbahaya, politiknya bermain.
Meskipun hari ini aku harus menerima nasib sebagai KM, tapi aku harus semangat. Karena aku harus berubah, tidak boleh selalu mengeluh dan menyerah pada keadaan. Aku harus buktikan pada orangtuaku kalau aku bisa jadi sukses dengan pilihanku sendiri. Aku pasti bisa!!. Selama ini orangtua ku selalu mengarahkan aku untuk menjadi seorang PNS. Ayahku adalah seorang Guru Matematika, sedangkan Ibuku adalah guru Fisika. Benar-benar pasangan eksak sejati. Mereka memang pasangan serasi. Setiap ngobrol pun penuh dengan perhitungan. Karena ayahku seorang guru matematika, dia selalu menghitung peluang diriku untuk menjadi orang sukses. Jika sedang kesal padaku, dia menyuruhku untuk menyelesaikan soal sistem persamaan linear. Bila tidak bisa, maka aku tidak boleh memutuskan masa depanku sendiri. Kemudian ibuku juga, dia penuh perhitungan. Terutama bila memberiku uang jajan. Dia lebih khawatir bila harga bahan pokok naik, atau harga tas yang Cuma beda 5000 perak. Ketimbang khawatir anaknya kelaparan gara-gara uang jajan kurang. Aku benar-benar benci pelajaran eksak. Sejak SD pun aku sudah tidak suka dengan pelajaran eksak seperti Matematika dan IPA. Ditambah ketika SMP dan SMA, mata pelajaran sudah mulai mengkerucut menjadi disiplin ilmu yang terpisah. Ada Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dll.
Sebenarnya aku ingin sekali menjadi ahli IT. Bisa punya perusahaan komputer sendiri. Bisa punya OS (Operating System) dengan brand sendiri. Seperti halnya Bill Gates dengan Windows nya. Atau Steve Job dengan Mac OS dan IOS nya. Aku selalu terinspirasi oleh orang-orang seperti mereka. Kehidupan mereka yang penuh tantangan dan keprihatinan, akhirnya mengantarkan mereka menjadi orang sukses. Dan juga, rata-rata orang yang berkecimpung di dunia IT, memiliki masa depan yang cerah. Maka dari itu ketika aku SMP dan juga SMA, aku selalu mendapatkan nilai TIK yang tidak pernah kurang dari nilai 90.
Akhirnya perkuliahan selesai. Aku bisa pulang dan kembali ke rumah. Hari ini hanya ada 3 orang dosen saja yang masuk kelas. Dan itupun sekedar perkenalan saja. sejauh ini, aku sangat menikmati hari-hari dikampus. Walaupun ada sedikit kejadian yang bikin aku agak kesal. Tapi, itu bukan halangan untuk tidak menikmati masa-masa kuliahku.
Ketika aku sedang berjalan menuju kendaraan ku untuk segera bergegas pulang. Tiba-tiba ada sekumpulan teman-teman kelas yang sedang berkumpul dibawah pohon rindang tempat temanku Ivan yang tadi sempat melamun disitu meratapi nasibnya yang malang karena wanita. Mereka memanggilku untuk ikut bergabung dengan mereka. Sebenarnya aku malas, tapi tidak ada salahnya sedikit berkelakar bersama mereka. Mungkin dengan ini, aku bisa akrab dengan mereka.
“dra, ayo kesini!. Gabung dengan kita. Kita ngobrol-ngobrol bentar. Jangan dulu pulang”, “iya. Aku kesana!”, jawabku sambil sedikit berteriak dari kejauhan.
“diem dulu disini dra. Udara sedang panas. Ngapain buru-buru pulang. Mending kita ngobrol-ngobrol disini. Enak nih kumpul disini. Hawa nya adem.” Ucap Cinta sedikit terbata-bata karena dia sedang kepedesan rujak bebeg.
“cinta, bibirmu sampai merah begitu. Kayak batu merah delima.”
“iya nih dra. Aku kepedesan. Gara-gara rujak bebeg. Cabe rawitnya kebanyakan. Beliin aku minum dong dra.”
“enak aja. Baru juga dateng kesini disuruh beliin minum.”
“ayolah dra. Bentar aja. Aku kepedesan nih. Cuma kedepan aja bentar. Kan kamu baik dra. Udah baik, cakep lagi.”
“iya, iya, aku beliin. Mana uang nya?”
“ini dra. Sekalian sama beliin batagor ya dra.”
“buset, ni orang nyuruh nya nggak tanggung-tanggung ya. Ayo mau beli apalagi? Mumpung aku masih disini. Mau sekalian aku beliin sianida nggak?”
“ooh iya dra, sama sianida nya satu. Tapi jangan pedes ya!”
Pada saat cinta memintaku untuk membelikannya minum, tiba-tiba Ivan juga menitip sesuatu padaku. Kebetulan ivan juga ikut nongkrong dibawah pohon rindang.
“dra, aku nitip tissue ya.”
“OMG, buat apa van?”
“buat mengusap air mataku ini dra. Aku masih galau!.”
“wah, galau parah ni orang. Yaudah, aku kedepan dulu bentar ya. Nanti aku balik lagi kesini.”
Akupun berjalan kedepan untuk membeli minuman dan juga titipan dari teman-temanku. Padahal aku ini KM, tapi nggak ada harga diri nya sama sekali. Malah jadi pesuruh kayak gini. Ya memang begitulah teman-teman baruku. Aku harus cepat beradaptasi dengan kelakuan mereka.
Ketika aku sedang membeli batagor di depan kampus. Tiba-tiba aku bertemu dengan dua orang teman SMA ku yang berbeda jurusan denganku. Mereka berasal dari Fakultas Hukum. Mereka memang teman dekatku selama aku di SMA. bahkan sudah aku anggap sebagai sahabatku.
“Indra!! aku kangen kamu.” Teriak Rega dari kejauhan sambil berlari dan memegang kedua pipiku sehingga bibirku terlihat seperti ikan lohan yang ada di aquarium. “hai ga, apa kabar? Aku juga kangen kamu. Minggu depan kita main yu.” “iya dra, ayo kita main bareng. Atau kalau enggak, kita jogging aja minggu depan bareng sama Rivan di lapang prawatasari. Gimana?”, “oke, ayo ga. Hari Minggu jam 7 ya.” “oke dra, siap.”
“hai dra!.” Tegur Rivan yang baru menghampiriku.
“woi van. Kau sekelas sama rega?”
“iya dra. Sial banget aku harus sekelas sama si rega. Tiap hari Cuma digangguin mulu sama dia.”
“yee, jahat banget sih kamu van. Kamu juga suka minta bantuan ke aku kalo lagi berantem sama pacar.” Balas Rega.
“iya iya ga, aku beruntung banget bisa sekelas sama kamu.”
“nah, gitu dong van. Eh van, minggu depan ayo kita jogging bareng sama indra di lapang prawatasari. Mau nggak?”
“wah, manteb tuh. Sekalian cari mangsa. Haha.”
“ayo dra, minggu depan kita jogging. Sambil cuci mata.”
“oke van, siap!!. Yaudah, aku tinggal dulu ya. Temen-temenku lagi nungguin nih. Sampai ketemu minggu depan.”
Akupun pergi meninggalkan kedua sahabatku itu dan segera bergegas menuju teman kelasku yang sedang menungguku. Setelah beberapa menit berjalan, akupun sampai. Cinta pun langsung mengomel karena lama menunggu. “dra, lama banget sih kau. aku kepedesan banget nih.” “maaf cin, tadi aku ngobrol dulu sebentar. Habis ketemu sama temen lama.” “yaudah, mana air mineralku?”, “ini, jangan buru-buru minumnya, nanti tersedak kau.” cinta pun langsung meraih botol air mineral yang hendak kuberikan dengan cepat.
Akupun duduk dibawah pohon rindang dan berkelakar dengan teman-temanku. Entah berapa lama aku berkelakar. Waktupun tak terasa. Hari ini aku merasa aku dapat mengenal teman-temanku lebih baik. Meskipun ini hari pertama aku masuk kuliah. Tapi seperti aku sudah lama sekali mengenal teman-teman kelasku. Canda tawa dan obrolan tak berguna mencairkan suasana di siang yang terik ini. Ya, dibawah pohon rindang ini, kami memulai keakraban kami.
Setelah lelah mengobrol, aku dan teman-temanku pun memutuskan untuk segera pulang kerumah. Akupun segera beranjak dan berjalan menuju halaman parkir dimana aku menyimpan motorku. Ditengah perjalanan. Aku tak sengaja berpapasan dengan Windy, Puji dan Hestia, dari kelas I C. “eh ada mas Indra!.” sapa windy. Akupun berhenti sejenak dari langkahku dan balik menyapa mereka.
“hai windy, Puji, Hestia. Mau pulang?”
“iya dra, tapi kami mau main dulu kerumah Puji. Mau ikut nggak?” tanya windy.
“ahh, enggak win. Nanti aja kapan-kapan.”
“ayo dong mas, kita main. Kita jalan-jalan” tiba-tiba windy menggandeng tanganku dan mengibaskan sedikit rambutnya kearahku.
“buset, itu rambut kena muka woyy!!”
“iya dra, ayo ikut kerumahku.” Timpal Puji.
“iya, nanti aja ya. Kapan-kapan kita main.” Jawabku dengan sedikit senyuman.
“ooh, yasudah kalau begitu. Kami duluan ya dra.”
“oke, hati-hati!.”
Merekapun pergi. dan aku segera melanjutkan langkahku menuju motorku. Ku ambil helm, lalu kemudian menyalakan motor dan pergi. hari ini benar-benar hari yang melelahkan. Setelah sampai dirumah. Aku membuka sepatu dan segera menuju kamar untuk rebahan. Tak terasa mataku tiba-tiba sangat berat. Semakin aku paksa untuk terbuka, semakin berat mataku. Mataku terpejam. Pikiranku melayang entah kemana. Semua terlihat hitam. Namun ada cahaya terang di depan. Cahaya apa itu? Aku penasaran. Aku hampiri cahaya itu.
Cahaya itu semakin terang. Semakin aku dekati semakin jelas cahaya itu. Namun ditengah cahaya itu ada bayangan. Aku coba berlari ke arah cahaya itu dan mencari tahu siapakah dia. Bayangan itu terlihat semakin jelas. Aku kenal wajah itu. Wajah itu adalah wajah wanita pujaanku. Wanita pujaanku yang pernah mengkhianatiku. Siapa orang yang ada disampingnya? Siapa dia?. Aku berlari semakin kencang dan mencoba meraih bayangan itu. Namun bayangan itu ditarik oleh bayangan lain lalu kemudian menghilang. Tak sempat aku menyentuhnya. Namun dia pergi. tiba-tiba lantai yang aku pijak retak dan membuatku terjatuh dalam lautan. Aku tenggelam. Aku tak bisa berbicara. Dadaku sesak. Diatas permukaan laut aku lihat sesosok wanita yang mengulurkan tangannya untukku. Namun ketika aku ingin meraihnya, ada seekor hiu yang tiba-tiba datang menghampiriku dan memakanku.
Seketika itu aku teriak dan langsung terbangun. Ternyata aku tadi bermimpi. Tak lama setelah terbangun. Ada yang mengetok pintu kamarku. “dra, ayo bangun!. Sudah mau maghrib!.” Ternyata itu suara ibuku. Benar-benar mimpi yang aneh. Kenapa aku teringat dia. Ahh, seharusnya aku tak mengingatnya.
***

Iklan