Friday 30 June 2017

CARA GANTI FOTO PROFIL DI INTERPALS

Hallo sobat whoopys, kali ini mimin mau posting tentang bagaimana cara ganti profile pict di website interpals. Mungkin bagi sahabat whoopys yang baru kenal dengan interpals, agak kesulitan ketika ingin mencoba mengganti foto profil, karena biasanya foto yang di upload tidak langsung bisa dijadikan foto profil, malah tersimpan di album. Nah, bagaimana caranya agar kita bisa ganti foto profile nya? check this out guys...

1. Pergi ke menu profile -- klik add more photos



2. Kemudian nanti akan ada pilihan beberapa foto yang telah di upload


3. Selanjutnya pilih foto yang ingin dijadikan foto profil -- kemudian klik "this is the album cover" lalu klik simpan/save... beres deh.. :)


* mungkin itulah sedikit tips and tricks dari mimin seputar interpals, jika ada pertanyaan silahkan tinggalkan komentar pada postingan ini. Dan jangan lupa untuk check beberapa postingan mimin lainnya ya, semoga bermanfaat dan menginspirasi ;)

Ooh iya, satu lagi. Jangan lupa klik salah satu iklan yang ada dipinggir blog (yang panjang) atau yang dibawah postingan ini ya! :) supaya mimin lebih semangat lagi buat upload postingan yang lebih seru dan menarik. Dan, jika teman-teman memiliki pengalaman yang menginspirasi, entah itu pengalaman dalam lingkup nasional atau internasional, bisa berupa lolos seleksi CPNS, atau lolos seleksi masuk ke PTN, juara olimpiade tingkat nasional atau internasional dsb. Kalian bisa kirim cerita pengalaman kalian ke email mimin, di febri.pratama50@gmail.com. Thanks!! ;) semoga pengalaman yang sobat whoopys share dapat bermanfaat bagi lainnya dan menjadi ladang pahala di akhirat nanti, aamiin!!

Saturday 10 June 2017

BERTARUH NASIB UNTUK BEASISWA UNGGULAN




Assalamualaikum sahabat whoopys! apa kabar? :) mudah-mudahan sehat selalu ya.. aamiin.
 
kali ini, saya ingin share sedikit tentang rencana buat bertaruh nasib pada salah satu beasiswa dari pemerintah nih guys. Seperti yang tertera pada judul, mimin mau coba daftar Beasiswa Unggulan dari Kemdikbud. Bagi temen-temen yang belum tahu tentang beasiswa ini, silahkan temen-temen searching langsung lewat google, atau bisa klik disini. Sekedar pengenalan singkat saja guys, BU ini adalah beasiswa pemerintah yang ada dibawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Hampir sama dengan LPDP, beasiswa ini meng cover biaya kuliah kita secara full, termasuk biaya buku, biaya hidup dsb. Tapi keunggulan dari Beasiswa ini adalah, program nya tak hanya boleh dilakukan sebelum kuliah, tapi untuk mahasiswa yang sudah kuliah (on-going) juga bisa daftar dalam program masyarakat berprestasi. Tak hanya untuk S1, tapi buat mahasiswa Pasca juga bisa ikut beasiswa ini, program Magister ataupun Doktoral.

Mimin minta doa nya ya guys, mudah-mudahan untuk batch 2 ini, periode 1 Juni - 31 Juli, mimin bisa lolos. Kalo semisalnya lolos, InsyaAllah mimin bakal posting lagi tentang pengalaman mimin dari mulai daftar hingga lolos, mimin bakal ulas tuntas buat berbagi sama temen-temen semua yang tertarik ingin mengikuti beasiswa ini tahun depan :) sekaligus mimin kasih tips and trik nya seperti pengalaman mimin waktu daftar S2 di UPI tahun kemarin. Karena, saya merasa bahwa pengalaman itu sangat penting, entah itu pengalaman dari orang lain, maupun pengalaman pribadi, sehingga kita bisa belajar dari pengalaman tersebut untuk introspeksi ataupun untuk memotivasi. Jadi, bagi temen-temen yang punya pengalaman baik itu pengalaman lolos seleksi beasiswa, CPNS dll. kalian bisa kirim ke mimin ya, bisa lewat email mimin febri.pratama50@gmail.com. Nanti bakal mimin posting di blog, dan mudah-mudahan pengalaman kalian tersebut dapat memotivasi banyak orang dan menjadi ladang pahala, aamiin...

Saturday 3 June 2017

OPTIMISME BERPIKIR DAN BERTINDAK SESUAI “TUNTUNAN”

Telaah kritis pemikiran Herman Soewardi mengenai Implikasi Tauhid pada “life
 dalam buku Roda Berputar Dunia Bergulir
Oleh : Febri Fajar Pratama
=======================================================================
Hegemoni Barat
            Buku roda berputar dunia bergulir ini membuka cakrawala pengetahuan saya mengenai bagaimana sudut pandang unsur religiusitas dalam kehidupan berpikir serta bertindak. Kontemplasi dari hasil pemikiran mendalam mengenai bagaimana peran serta agama dan nilai pada campur tangan kehidupan serta pola pikir manusia dikupas secara mendalam dan tegas. Tidak terkesan menggurui atau bahkan memaksakan gagasannya. Mensintesakan ilmu yang dihubungkan dengan Agama (Islam), menurut saya tidak terlalu ambisius ataupun bersifat subjektif. Sebagai seorang muslim, tentunya saya percaya bahwa ilmu yang ada entah berasal dari barat ataupun timur, bermula dari keyakinan bahwa semua hal yang ada di dunia itu, tak berbentuk matter saja, namun juga metafisis. Ada latar belakang dimana sebagian besar manusia percaya bahwa semua kejadian yang ada di alam dunia ini tidak terbentuk dengan sendirinya. Artinya ada kekuatan lain diluar nalar serta akal manusia untuk menjelaskan setiap fenomena yang ada. Meskipun ada sebagian orang lagi yang berawal dari pemikiran para filsuf seperti Plato dan Aristoteles seperti memisahkan atau membersihkan paradigma dari magik dan agama sehingga menjadi rasional. Dari sinilah, muncul pendapat bahwa sebenarnya Ilmu itu hanya berbicara masalah rasionalitas yang empirik dan bebas nilai (value free), tidak dapat dicampur adukan dengan nilai-nilai religiusitas. Hal tersebut tentunya membuat saya yakin bahwa selama ini, hegemoni barat sangat kuat. Seperti dijelaskan oleh Herman Soewardi mengenai bagaimana barat memandang perjalanan sejarah dunia dilandaskan pada paradigma mereka. Mereka memposisikan diri sebagai kaum yang pertama berhasil untuk bangkit dan mendapatkan “Human Motivation” sebagai pelecut kebangkitan atas apa yang mereka perjuangkan demi dominasi terhadap semua hal, salah satunya dalam buku Herman Soewardi diistilahkan sebagai mabuk kemenangan yang menimbulkan “cognitive syndrome” bahwa mereka yang merasa paling jago dan hebat. Sejarah masa lalu yang berasal dari peradaban non-barat mulai diabaikan. Sekali lagi, “Human Motivation” menjadi inti utama bagaimana kaum barat dengan segala klaim nya memukul telak umat Islam dengan secara perlahan merubah nalar dengan tujuan memberantas transcendental-isme bahwa hal-hal yang sudah ditetapkan dulu bersifat “divine” (illahiah) yang tak dapat dijangkau dengan akal sehat. Sehingga, pemikir-pemikir muslim dan ilmu pengetahuan dari timur terkesan diberangus habis oleh faham yang barat-sentris. 

Kepemimpinan Islam dan masuknya periode 7 abad benar dan 7 abad salah yang menimbulkan kelemah karsaan.
            Islam sebagai kajian utama dalam mengkomparasikan bagaimana sistem yang dianggap baik sebagai contoh dari pengamalan nilai-nilai islam kedalam kehidupan diuraikan dengan begitu tajam. Berawal dari bagaimana masa kepemimpinan Islam pada jaman pra-Rasulullah hingga masa setelah Rasulullah wafat. Kisah sejarah tersebut, dianggap sebagai empirisasi dari wahyu-wahyu yang terkumpul dalam Al-Quran yang bersifat transcendental. Dalam pikiran Herman Soewardi, saya menangkap optimisme pada apa yang umat Islam yakini sebagai tuntunan dan keyakinan “believe”. Al-Quran membuat terang dan membuat jelas bagaimana umat muslim seharusnya bertindak. Perintah yang ada dalam Al-Quran adalah jelas. Apa yang dilarang dan apa yang diperbolehkan. Segala aspek kehidupan manusia sudah diatur di dalamnya dengan lengkap dan kaffah. Nabi Muhammad sebagai role model dari sikap dan prilaku yang harus dicontoh serta ditiru. Herman Soewardi memberikan perbandingan bagaimana barat dan Islam, dilihat dari kesamaannya yaitu kekuatan, ketabahan, ketekunan dan kejujuran. Sedangkan perbedaannya ialah bahwa Islam dilecut oleh ibadah kepada Allah, sedangkan barat dilecut oleh “self-interest”. Inilah yang membuat bagaimana dikatakan oleh Herman Soewardi adanya 7 abad salah dan 7 abad benar. Dijelaskan bahwa periode 7 abad benar ini terjadi dalam rentang waktu abad ke-7 hingga abad ke-13 yang dipimpin pada masa kekhalifahan (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali). Pada rentang waktu tersebut, Islam mengalami kejayaan, dimana semua umat muslim masih berpegang teguh pada Al-Quran sebagai pedoman hidup. Namun ternyata, ditengah-tengah rentang abad tersebut, yaitu abad ke-9 umat Islam “tergelincir” dalam cobaan dimana lahir pertentangan antara kaum muslim sendiri, terlebih pasca kepemimpinan Usman berakhir. Sehingga umat muslim pada saat itu sudah tidak lagi memegang teguh kekuatan dan persaudaraan. Kemudian pada akhirnya, umat Islam mengalami apa yang dinamkan dalam buku Herman Soewardi sebagai kelemah karsaan atau hilangnya “Human Motivation”. Pada masa ini, kemajuan umat Islam dalam bidang ekonomi, taktik militer, ekonomi, pertanian, astronomi, kemanusiaan dan nalar bebas masuk ke barat. Barat memegang kendali kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan modernisasi dengan memanfaatkan kemunduran Islam pada masa itu. Muslim harus mengakui “keperkasaan” kaum barat, bahkan sampai dengan saat ini. Sangat dirasakan betapa bagaimana kelemah karsaan ini tak hanya berhenti pada saat itu. Namun menjadi mengakar dan menjadi sebuah kebiasaan diantara kaum muslim yang menjalar ke dunia timur, bahkan sampai ke Indonesia. Inilah yang sebenarnya bisa menjadi bahan refleksi, sekaligus bagaimana kita memandang apa yang menjadi kelemahan kita dibandingkan dengan kaum barat. Saya tidak membenci pengaruh barat dalam bidang-bidang strategis seperti pengetahuan, ekonomi dsb. Namun bagaimana saya sebagai umat Islam merasa “tertampar” ketika membaca tentang keterpurukan umat Islam yang saya rasa kehilangan pijakan dan kehilangan kepercayaan diri dalam menjalani kehidupan. Dampaknya apa? Dampaknya indoktrinasi mudah masuk. Sikap kelemah karsaan, budaya santai, atau “softculture” yang sempat dibahas dalam disertasi Prof. Dr. Dasim Budimansyah tahun 2001 menjelaskan bagaimana fenomena ini benar-benar tercermin dalam keadaan kehidupan masyarakat kita. Maka dari itu, sikap optimisme harus benar-benar dibangkitkan. Memulai kembali bagaimana kekuatan dan persaudaraan yang di empirisasikan oleh Rasulullah sebagai acuan dapat dijadikan landasan masyarakat Islam saat ini.

“BHINNEKA TUNGGAL IKA” SEBAGAI PEMERSATU BANGSA!

Oleh : Febri Fajar Pratama 
Indonesia, merupakan Negara yang baru berusia 71 tahun secara defacto dan dejure. Walaupun sejarah bangsa ini lebih dari ribuan tahun sudah tercipta, dari mulai abad kerajaan hingga kolonialisme. Munculnya Nusantara, sang Ibu Pertiwi saat ini tak lepas dari sejarah-sejarah tersebut yang akhirnya menciptakan sebuah bangsa besar, dengan beragam etnik, suku, bahasa, budaya dan agama. Letak geografi Indonesia yang berada di garis khatulistiwa serta dikelilingi sejumlah gunung berapi aktif menyebabkan Negeri ini hanya memiliki 2 musim dan beriklim tropis, yang membuat Indonesia kaya akan tumbuhan hijau, palawija, rempah-rempah dan subur tanah nya. Hal inilah yang pada akhirnya membuat Indonesia menjadi salah satu negara yang banyak disinggahi oleh para pedagang ataupun para pelancong dari berbagai negara pada saat itu. Namun, kekayaan alam Indonesia yang melimpah serta rakyat nya yang sejahtera nampak menggiurkan untuk segelintir bangsa yang haus kekayaan melimpah dan SDA. Maka dari itu beberapa negara dari eropa seperti Belanda, Inggris, dan Portugis pernah menyambangi Negeri nan kaya ini dengan maksud untuk “berbaik” hati menjelajah negeri dengan memberikan tawaran kongsi dagang serta keuntungan pertukaran budaya dan pengetahuan. Walau pada akhirnya imperialism yang terjadi. Belanda menjajah selama 350 tahun. Bahkan setelah itu, jepang muncul dan mengaku sebagai saudara tua Indonesia yang ternyata tak lebih baik dari Belanda. 3,5 tahun cukup untuk membuat rakyat Indonesia tersiksa habis-habisan oleh sistem kerja paksa.
Mengenang masa-masa sulit itu, maka tak berlebihan jika bangsa ini adalah bangsa yang besar karena hasil jerih payah perjuangan dan pengorbanan para generasi sebelumnya yang rela mati demi terciptanya keadilan serta kemakmuran Negeri, walaupun pada nyata nya hal tersebut baru permulaan dari tantangan-tantangan masa depan yang lebih kompleks dan berat. Persatuan bangsa, keberagaman, serta tujuan bangsa Indonesia tak lepas dari yang namanya dasar negara, atau ideologi dasar yang dibuat oleh para founding fathers kita. Kita biasa menyebut falsafah bangsa kita dengan nama Pancasila. Pancasila ini tak hanya sekedar nama, ataupun inti dari sebuah pemikiran kebangsaan serta kenegarawanan Bung Karno, namun Pancasila sendiri tercipta dari filsafiah secara radikal dengan berdasar pada nilai-nilai yang terkandung dalam nilai religiusitas, keberagaman, kebermufakatan, keberadilan serta nilai-nilai luhur budaya bangsa. Dalam buku mengalami Pancasila, Armada Riyanto mencoba untuk menjabarkan sedikit sejarah bagaimana bung Karno pada saat itu yang masih berusia 43 tahun mencetuskan pemikiran orisinilnya tentang Pancasila. Bung Karno muda dijelaskan menulis secara ekstensif mengenai konsep “Keindonesiaan” yang pada akhirnya merupakan konsep dari ideologi Pancasila pada tahun 1926 di Soloeh Indonesia Muda. Saat itu Bung Karno masih berusia 25 tahun. Humanisme bung karno merupakan humanism yang masih sangat murni, karena pada usia yang masih muda, pemikiran mengenai dasar dan konsep Pancasila belum dijamah oleh kepentingan politik serta kekuasaan.
            Pancasila lahir sebagai hasil pemikiran sintesa dari beberapa gagasan dan penolakan terhadap gagasan yang tidak sesuai. Banyak sekali faham pada saat yang sama menggempur dan menguji identitas nasional bangsa, tak terkecuali beberapa faham seperti komunisme yang sempat membuat dampak yang cukup besar pada stabilitas negara dan juga konsistensi terhadap ideologi bangsa. Kemudian dampak dari faham kapitalisme yang lebih menguntungkan kaum berada, serta liberalism yang ternyata saat ini tak terasa sudah mengancam ke Indonesiaan kita. Tak hanya sebatas bagaimana pemahaman mengenai ideologi lain yang mengancam, namun saat ini kita lebih dihadapkan pada bagaimana cara memelihara keberagaman dan persatuan bangsa melalui Pancasila. Pancasila tak hanya berisikan 5 sila yang menjadi pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun lebih dalam, Pancasila diibaratkan sebagai simbol pemersatu perbedaan yang ada dengan semboyan nya yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”, yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu itu. Bukan tanpa maksud semboyan tersebut lahir dan tercipta sebagai bahagian dari Pancasila. Namun semboyan itu hendaknya kita maknai sebagai pelecut atas keberagaman bangsa yang harus disatukan dalam ideologi dan kebhinnekaan. Sangat riskan sekali jika kita terlalu melalaikan keberbedaan dan keberagaman yang ada. Karena sedikit gesekan saja, tidak ayal dapat memicu api. Maka dari itu, sangat penting adanya jika filosofis dari semboyan bangsa ini tak hanya sekedar semboyan, namun juga bagaimana cara kita mengimplementasikan hal tersebut.
            Apalagi jika kita lihat fenomena saat ini, pada abad ke-21 dimana modernisasi dan globalisasi menjadi sebuah hal yang tidak bisa dihindari. Maka bagaimana cara kita dapat menjaga pluralitas serta multikulturalisme yang ada menjadi kekuatan dan nilai tambah dari bangsa kita. Terlebih jika berbicara mengenai perbedaan baik dari sisi budaya serta agama. Saat ini, isu SARA nampak menjadi hal yang sangat disorot setelah adanya kasus mengenai pemimpin daerah yang berbeda agama dari kelompok mayoritas salah berucap, sehingga memicu kelompok umat tertentu tersebut untuk berunjukrasa. Hingga akhirnya muncul beberapa demo besar-besaran menolak agar adanya tindak lanjut lebih serius dari pihak kepolisian untuk mengusut kasus dugaan penistaan agama. Hal tersebut sempat menjadi hal yang menyentuh bagaimana keberbedaan dan rasa toleransi itu diuji. Indonesia tidak dibangun oleh segelintir orang dengan etnik, budaya dan agama tertentu. Tidak ada hegemoni kelompok yang membuat Indonesia ini ada. Namun Indonesia lahir dari hasil perjuangan rakyat Indonesia itu sendiri, yang terdiri dari bermacam, suku, etnik, agama dsb. Maka alangkah bijaknya jika memang hal-hal semacam itu lebih dapat di musyawarahkan sesuai dengan kepribadian bangsa kita yang santun dan mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Tak perlu adanya intimidasi atau intoleransi dalam sendi sendi kehidupan bermasyarakat. Bahkan Almarhum K.H. Hasyim Muzadi pernah mengucapkan bahwa “Indonesia ini lebih mengetengahkan nilai-nilai agama daripada simbol-simbol agama, sehingga Indonesia ini sudah islam dengan sendirinya” dapat kita ambil hikmah dari ucapan beliau bahwa, negara kita bukanlah negara bersendikan syariat Islam namun pada dasarnya apa yang sudah dilakukan oleh bangsa indonesia itu sudah merupakan Islam itu sendiri. Sehingga jika kita dapat mengimani dan juga menerapkan secara betul Pancasila dengan semboyan nya itu, tidak perlu kita saling hujat dan saling hina, ataupun saling menyalahkan satu dan yang lain. Kita bangsa yang besar. Kita merdeka dengan tangan kita sendiri, tak elok jika kita harus berperang melawan bangsa sendiri. Bung Karno pernah memperingatkan kita akan hal ini, “perjuanganku lebih mudah, karena hanya mengusir penjajah, sedangkan perjuangan kalian nanti lebih berat, karena harus mempertahankan kemerdekaan”. Oleh karena nya, marilah kita benar-benar bisa menjaga dan mengisi kemerdekaan ini dengan bersendikan Pancasila dan bernafaskan Kebhinekaan. Jangan ada perpecahan karena perbedaan, apalagi saling sikut antar sesama. Kita adalah satu, yaitu bangsa Indonesia. Tahun 1928 para pemuda pernah berikrar atas dasar perjuangan bangsa yang tidak boleh kita lupakan. Kita tinggalkan egoisme kita, dan kita bangkitkan semangat persatuan kita sebagai bangsa yang besar.

Iklan