Tuesday, 5 June 2018

NOVEL "SALAH JURUSAN" Bag. III


III
KAKU

          Angin berhembus dengan sangat lembut, seakan mengusap halus setiap helai rambut ini. Aku dan Hestia berada di tempat yang benar-benar pas. Tidak banyak polusi di tempat ini, jauh dari keramaian, berada di ketinggian, dan tentunya cuaca yang sangat cerah membuat semuanya tampak sempurna. Hanya berdua saja dengannya, aku merasa sangat bahagia. Seseorang yang tak kubayangkan dapat aku raih, ternyata sebegitu dekatnya denganku, hingga aku bisa mencium wangi parfumnya. Paras cantik yang menatap jauh kedepan tanpa keraguan, seolah menjadi tanda bahwa dia sangat kagum dengan apa yang dia lihat saat ini. Alam memang tidak pernah mengecewakan, bahkan aku tak pernah ragu tentang keindahannya yang selalu memanjakan mata. Tapi saat ini berbeda, bukan hanya aku yang merasa, tapi ada Hestia. Aku coba memandangnya dengan penuh rasa kagum, meski dia tidak sadar akan kekagumanku padanya. Dia tetap menatap kedepan tanpa merasa lelah. Sedikit senyum simpulnya benar-benar menggoda, seolah mengisyaratkan bahwa dia telah terhipnotis rayuan alam. Indahnya… mungkin ini saatnya aku membuang ketakutanku akan cinta.
          Moment saat ini benar-benar pas, apakah aku nyatakan saja kalo aku cinta pada Hestia? Meski terdengar bodoh, tapi… saat ini apakah ada alasan untuk Hestia menolakku? mungkin ada satu, bahwa dia tak mungkin denganku karena dia sudah memiliki kekasih. Tapi melihat sikapnya padaku, sepertinya tidak apa-apa jika aku biarkan rasa ini menjadi liar. Aku terlanjur cinta, biar saat ini aku yang mengalah, sampai saatnya tiba. Dia dan kekasihnya sudah tak sejalan lagi, dan aku jadi pria yang akan selalu ada untuk menemani hari-harinya. Ya… bersama! Tanpa ragu aku sedikit mendekat lagi kepada Hestia, aku raih tangan kirinya dengan lembut, aku pun menatap ke arah yang sama, menatap ke depan dengan harapan bahwa keindahan di depan sana akan meluluhkan hati. Tanpa diduga, ternyata dia membalas pegangan tanganku, seolah menjadi tanda bahwa dia juga suka padaku. Bahkan, dia memegang erat tanganku, meski dia tak menatapku, namun dengan senyum yang sedikit  melebar, aku tahu bahwa dia suka padaku.
          Aku coba memberanikan diri untuk menatapnya dan melancarkan rayuan mautku untuknya. “Hestia, coba tatap aku!”, “iya dra, ada apa?” sambil sedikit menyibakkan rambutnya yang terkena hembusan angin dengan senyuman manisnya. “mhhh, aku tidak tahu apa kamu merasakan hal yang sama, tapi jujur, aku… aku… “ tiba-tiba mulutku terasa kaku, entah apa yang aku lakukan, nyaliku menjadi sedikit ciut. Namun, Hestia tiba-tiba menyela pembicaraanku. “hei dra, kenapa? Kamu baik-baik aja kan? Nggak apa-apa kok, ungkapin aja.” Lagi-lagi Hestia bikin aku deg-deg an, sialan! Now or never! Akupun mencoba memberanikan diri untuk langsung bilang bahwa aku wo ai ni sama Hestia. Tapi baiknya nggak usah gombal dulu, takut jadi garing nantinya. Oke this is it. “Hestia, aku suka sama kamu!” OMG… apa yang barusan aku katakan? Seolah aku ingin menarik kembali kata-kataku barusan. Haduh.. tamat nih, kalo Hestia menolak aku, mungkin hubungan aku sama Hestia bakal jadi canggung. Namun setelah mendengar ucapanku tersebut, Hestia kembali tersenyum “dra, sebenarnya aku nyaman deket sama kamu, kamu selalu bikin aku tersenyum dan selalu bahagia. Hanya berada di dekat kamu, aku lupa akan masalah yang bikin aku bener-bener bete. Tapi, aku pastikan rasa suka kamu nggak akan bertepuk sebelah tangan kok dra.” “mhhh, nggak akan bertepuk sebelah tangan Hes? Maksudnya?”, “aku juga su…”
*
          “Indra Hadi Wijoyo!!,” “dra!! Woy dipanggil pak Beny tuh! sadar kampret!!” Ivan menegur sambil menepuk pundakku. “i..i..iya pak! Ada apa?” dengan wajah sedikit terkejut. “Kamu ngelamun aja!, jangan lupa catat siapa saja yang mau foto copy diktat ini, trus besok kamu bawa dan simpan kembali ke ruangan saya!”, “iya pak siap!!” Waduh, lamunanku akhirnya berujung anti-klimaks. Kampret bener ini pak Beny, ganggu aku lagi nembak Hestia. Kelaspun selesai, walau masih ada satu mata kuliah lagi jam satu nanti. Tapi ada waktu beberapa jam untuk istirahat dan kongkow bareng temen kelas.
          Waktu sudah menunjukkan pukul 12 lebih, kumandang adzan menandakan saatnya bagi kaum muslim untuk segera bergegas ke masjid untuk melaksanakan perintah-Nya. Berhubung ada jeda waktu istirahat sampai jam 1 nanti, tanpa pikir panjang aku pun pergi ke masjid untuk menunaikan shalat zuhur. Dalam perjalanan menuju ke masjid yang terletak di sebelah Fakultas Hukum, karena memang jarak antar masing-masing fakultas di kampusku berdekatan. Aku tak sengaja berpapasan dengan Windy, Puji dan Hestia. Kebetulan mereka juga sedang istirahat, dan nampaknya mereka ingin pergi ke kantin kampus. Entah mengapa, ketika aku melihat Hestia, cool mode on ku tiba-tiba aktif. Dengan berlagak agak sedikit parlente, kemeja terbuka, sambil sedikit memegangi jam tangan yang nggak terlalu mahal, ditambah hembusan angin sedikit menyibak rambutku yang lembut karena sebelumnya aku shampooan pake shampoo smooth, sedikit menambah karisma ku. Damn! sepertinya hal kayak gini bisa nambah sexappeal ku yang kadang aktif kadang enggak. Siapa tahu Hestia sedikit dapat merasakan bagaimana ketampanan yang aku paksakan ini. Namun tiba-tiba Windy dengan suara agak cempreng nya mendekatiku dan tiba-tiba mengibaskan rambutnya, yang mencolok mataku. “Hi Indra!”, sapa Windy dengan semangat. “woi Windy, itu rambut jangan di kibas ke wajahku napa? itu kecoa pada jatuh semua.”, “dih, gitu amat dra!” jawab Windy dengan agak sedikit kesal karena aku ejek. Tiba-tiba Puji dan Hestia pun ikut menghampiri untuk sekedar mengobrol sebentar denganku.
          “Hi dra!.” sapa Hestia. Tiba-tiba Puji yang sedikit agak kalem,  entah mengapa mendadak kena serangan paru-paru ganas dengan batuk-batuk berdahak nya, “ehemmm…uhukkk..huakkk…weeee…hrrkk”, Aku lihat seketika itu pipi Hestia tiba-tiba sedikit merona. Sepertinya memang dia ada rasa padaku, karena ketika Puji batuk-batuk, dan aku tahu itu hanya sengaja, Hestia agak salah tingkah. Namun, Hestia tidak dapat menyembunyikan salah tingkahnya itu padaku, karena aku tahu bagaimana seorang wanita ketika dia suka sama cowo, pasti dia akan salah tingkah ketika sedang dekat atau hanya sekedar ngobrol. Hal tersebut terasa ketika tiba-tiba untuk mengalihkan perhatian, dia menanyakan kabarku, “apa kabar dra?” tanya Hestia. Agar tidak terlihat canggung, akupun menjawab dengan nada ramah yang sedikit diatur, agar tetap terlihat keren. “aku baik-baik saja kok Hes, kalo kamu?”, tiba-tiba Windy yang menjawab, “aku nggak baik dra, aku lagi sakit”, lalu Puji tiba-tiba batuk lagi, “uhuk, uhuk... bentar ya guys, aku mau ke warung dulu, beli minum, kayaknya aku batuk beneran, serek nih tenggorokan, nanti kalian nyusul aja yah Hestia ama Windy!” nampaknya si Puji batuk beneran. Suruh siapa pura-pura batuk buat nyindirin dan bikin suasana jadi kaku kayak gini?. Setelah Puji pergi, Hestia pun menjawab pertanyaanku sebelumnya dengan senyum manisnya, “aku sehat kok dra, alhamdulilah.”, “alhamdulilah kalo kamu sehat hes, emhh.. eh, aku mau ke masjid dulu ya, mau shalat, soalnya jam 1 nanti ada jadwal, kalian mau ke masjid juga atau mau kemana nih?”, “enggak kok dra, aku mau ke kantin dulu, laper, belum makan nih.” jawab Hestia. “ooh yaudah kalo gitu, aku duluan ya”. Tiba-tiba sebelum kami saling pergi, Windy mengingatkanku tentang jadwal makan-makan bareng yang mereka rencanakan hari ini. “eh dra, jangan lupa hari ini sepulang kuliah kita makan-makan di rumahku ya, kalo kamu ada waktu.”, “ooh iya Win, Insha Allah nanti aku dateng.”
*
          Ahhh, suasana makan-makan tadi benar-benar membuatku sedikit mengenal Hestia. Terlihat dia seperti sosok perempuan pendiam nan manis, tapi jika sudah berkumpul dengan teman-teman nya, ternyata dia sosok yang berbeda 180 derajat, suka gosip dan agak centil. Tapi, apa mau dikata, meski sebenarnya aku tidak terlalu suka tipe wanita seperti itu, pesona Hestia bisa membuat hatiku luluh. Sepulang dari kumpul-kumpul dengan geng Hestia, aku janjian dengan Rivan dan Rega di salah satu kafe tempat aku dan teman-teman seperjuanganku ini sering berkumpul. Biasanya kami mengobrol seputar hal-hal yang produktif, tapi kebanyakan tidak produktif nya sih. Karena kesukaan kami sama, seperti olahraga dan bermusik, itulah hal-hal biasa yang membuat kita kompak dari dulu hingga sekarang. Dan setiap minggunya kami tidak pernah melewatkan untuk olahraga bersama atau sekedar nge-jam bareng di rumah Rega.
          Dalam sela-sela obrolan kami yang tidak begitu bermanfaat, tiba-tiba Rega mengeluarkan laptop nya untuk melanjutkan tugas kuliah nya.
          “ga, ngapain ngeluarin laptop?” tanyaku kepada Rega.
          “ahh, ini dra, besok tugas essai harus dikumpulin. Aku kebagian essai tentang supremasi hukum Indonesia.”
          “widih, anak hukum gaya nya...” sindir Rivan. “emang supremasi apaan ga?” tanya Rivan dengan rasa penasaran.
          “itu, kalo tanggal tua kau nggak punya uang, biasanya kau makan supremasi!” canda Rega.
          “apaan tuh ga? Supermie kali” jawabku sambil tertawa.
          Tiba-tiba ketika Rega sedang mengerjakan tugasnya, ada notifikasi jika Batrei laptop nya menipis, dan kebetulan Rega tidak membawa chargeran. “van, dra.. bawa charger laptop yang sama kayak punya ku nggak?” tanya Rega. “yaelah, kagak ada lah ga, Laptop mu merek Apel malang, kita-kita mah Cuma punya sumsang sama asyerr.” timpal Rivan dengan nada bercanda. Kemudian Rega mengeluarkan power bank dari tas nya, lalu menghubungkan power bank itu ke laptopnya. Akupun penasaran dengan tindakan yang dilakukan Rega tersebut, “ga, ngapain nyolokkin power bank? kan udah mau habis batre laptopmu” tanyaku penasaran. Lalu Rega pun menjawab, “ini dra, aku mau charge laptop pake power bank.” Mendengar ucapan Rega tersebut dengan ekspresi seriusnya, aku dan Rivan hanya hening terdiam sejenak dan berpikir dalam hati “hmmm... masa power bank bisa dipake nge-charge laptop? kalo HP pasti bisa, tapi laptop kan beda... apa aku yang nggak tahu kalo sebenernya laptop bisa di charge pake power bank ya?” untuk memastikan, Rivan mencoba bertanya kepada Rega, “ga, kau serius mau nge-charge laptop pake power bank? kagak bisa lah somplak! haha..”, dengan wajah polosnya Rega menjawab “ooh, nggak bisa ya? kirain aku Laptop bisa di charge pake power bank.. haha..”, “yaelah, mana bisa lah ga? yang ada, malah daya laptop mu yang habis, soalnya power bank nya yang ke charge.. haha” timpal ku sambil tertawa, padahal sebelumnya aku sempat berpikir bahwa hal tersebut mungkin dilakukan.
          Ditengah-tengah canda gurau dan hina kami, aku tidak sengaja melihat sosok yang tidak asing lagi, dan aku benar-benar mengenalnya. Dia masuk bersama seorang pria yang tidak aku kenal sebelumnya. Nampak dari kejauhan aku sudah bisa menebak nya ketika membuka pintu. Ya.. dia Hestia. Tiba-tiba tawa ceriaku ternoda oleh keadaan ini. Kenapa ada Hestia dengan seorang pria datang ke kafe ini? siapa dia? apakah mungkin dia pacar Hestia? Aku mencoba untuk menyembunyikan diri, akupun mengkondisikan teman-temanku agar tidak berisik, karena jika Hestia tahu aku sedang berada satu kafe dengannya, mungkin keadaannya akan sedikit kaku dan sedikit tegang (ya mungkin hanya berlaku untukku). Setelah aku tahu jika Hestia sedang berada di kafe ini, aku dan teman-teman ku segera pergi dengan alasan jika hari sudah mulai malam, dan Hestia pun tidak mengetahui keberadaanku.
***


No comments:

Post a Comment

Iklan