Tuesday, 1 January 2019

WASPADA BENCANA ALAM : TSUNAMI MENGANCAM INDONESIA, APA YANG BISA KITA LAKUKAN?

       

       Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa bumi kita terdiri dari hampir 75 persen lautan dan sisanya adalah daratan. Perbandingan yang sangat besar tersebut, membuat lautan masih belum bisa di eksplorasi seluruhnya dan menyisakan banyak misteri di dalamnya. Namun tak hanya menyimpan misteri, lautan juga menyuguhkan kecantikan alami yang dikagumi banyak orang, sebut saja seperti daerah pesisir pantai yang sering dikunjungi sebagai objek wisata, terumbu karang yang beragam dengan biota laut nya, gulungan ombak yang menjadi wahana olahraga air dan sebagainya. Ketika kita memandang lautan di pinggir pantai, tentu saja hal tersebut membuat kita merasa bersyukur dan kagum dengan ciptaan-Nya.

       Tapi tunggu dulu! Apakah laut selalu menyuguhkan kecantikan dan keanggunan? Tentu saja tidak. Bila menilik sejarah, beberapa kejadian masih sangat terekam di ingatan kita ketika tsunami melanda Aceh 15 tahun lalu, hampir 200 rbu nyawa manusia melayang akibat keganasan tsunami tersebut. Tak hanya sampai disitu, abad ke-19 juga Tsunami pernah menimpa Anyer dan Batavia saat itu. Tsunami dipicu oleh aktivitas letusan gunung Krakatau yang maha dahsyat sehingga menyebabkan kerusakan yang parah dan kroban jiwa lebih kurang 36 rbu orang. Letusan Krakatau kala itu juga ternyata terdengar hingga ke Australia dan negara-negara tetangga Hindia Belanda. Menurut jurnal catatan Simon Winchester yang telah di bukukan, berjudul “The Day The World Explode”, digambarkan situasi para penduduk Batavia sangat tragis, dengan wajah dan tubuh yang berubah menjadi kehitaman, bahkan hingga gigi mereka pun hitam terkena abu vulkanik dari letusan Krakatau. Sungguh mengerikan peristiwa tersebut, bahkan tak bisa dibayangkan jika hal itu terjadi dimasa sekarang ini, kira-kira berapa nyawa yang akan menjadi korban?

       Gelombang tsunami dapat dijelaskan secara ilmiah dengan mengacu kepada beberapa hal yang menjadi pemicu utama tsunami tersebut. Pertama, dikarenakan oleh aktivitas pergerakan lempeng (gempa bumi). Hal tersebut menjadi pemicu kala pergerakan lempeng terjadi di dalam lautan, sehingga menimbulkan adanya perubahan ketinggian ataupun perubahan formasi lempeng. Kedua, tsunami bisa dipicu oleh letusan gunung berapi yang dahsyat di dalam laut, di atas permukaan laut ataupun yang berada di daratan (dengan konsekuensi memicu pergerakan lempeng). Kejadian tersebut akan mendorong air laut  dan memicu gelombang besar. Ketiga, tsunami dapat terjadi akibat dari adanya meteorit yang jatuh ke laut, tentu saja dengan volume yang besar, sehingga memicu adanya gelombang besar, bisa kita andaikan dengan kita melempar batu ukuran besar ke genangan air yang tenang, maka akan tercipta riak air dan gelombang yang cukup besar untuk membuat satu pulau tenggelam. Keempat, bisa terjadi karena longsoran, seperti yang terjadi di Anyer akhir-akhir ini. Longsoran dari gunung Krakatau yang tengah erupsi membuat kita kaget bukan kepalang, karena diduga longsoran tersebut yang menjadi penyebab tsunami yang tidak dapat di deteksi lebih dini oleh badan vulkanologi. Akibat longsoran di selat sunda tersebut, ratusan orang menjadi korban jiwa, termasuk didalamnya adalah para personil group band seventeen yang sedang mengisi acara.

       Bencana selalu membuat hati kita teriris. Melihat bagaimana saudara-saudara kita yang menjadi korban telah kehilangan segalanya, termasuk orang tua dan harta benda. Namun fenomena yang terjadi belakangan ini membuat saya miris. Entah kenapa banyak orang yang  kehilangan rasa empati nya. Ada yang mengaitkan masalah bencana ini dengan Azab Allah, sehingga mereka beranggapan bahwa mereka yang terdampak memang pantas mendapatkannya dikarenakan dosa mereka. Lebih parahnya lagi, ada yang mengaitkan setiap bencana dengan politik! Sungguh tidak berperi kemanusiaan. Manusia macam apa yang justru mengaitkan setiap isu, apalagi bencana untuk membenci orang lain? Bencana memang takdir Allah, sudah sunnatullah terjadi atas kehendak Allah, tapi apakah kita berhak menyatakan bahwa bencana yang diturunkan adalah khusus untuk menghukum orang-orang yang dhalim? Ampunan Allah lebih besar daripada murka-Nya. Kita harus memahami, memang bencana terjadi bisa sebagai teguran dan juga cobaan, namun bukan semata-mata karena para korban yang terdampak adalah orang-orang berdosa sehingga layak untuk mendapatkan bencana. Banyak politisi yang justru tidak menenangkan suasana, malah memperparah suasana dengan pernyataan di media sosial yang sangat tidak menggambarkan seorang yang memiliki intelektual. Harusnya kita bersedih, kita tunjukkan rasa empati kita pada para korban dengan membantu. Jika tidak bisa membantu harta ataupun tenaga, setidaknya kita bisa bantu mereka dengan doa.

       Ada hal lain yang membuat saya merasa miris juga, yaitu bagaimana Indonesia menghadapi bencana. Saya merasa Indonesia sangat jauh tertinggal mengenai sistem pencegahan bencana. Apa yang membuat saya berani menyatakan hal tersebut? Coba kita lihat setiap bencana yang terjadi di negeri ini, jumlah korban selalu banyak, tidak ada usaha lebih dari pemerintah untuk melakukan peremajaan dan pengawasan terhadap setiap alat mitigasi bencana. Ketika bencana terjadi, selalu saja alasannya adalah “alat rusak!” atau “alat dicuri!” dan alasan lainnya. Selain itu juga pemerintah terkesan acuh terhadap pendidikan tentang kebencanaan kepada masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana. Bahkan saya pernah baca di berita tentang shelter khusus bencana tsunami pandeglang yang dana nya dikorupsi, sehingga gedung yang dibangun dinyatakan tidak layak dan hanya terbengkalai begitu saja dijadikan tempat parkir mobil. Seharusnya kita semua sadar bahwa kita hidup di negara yang sangat rawan bencana (gempa, longsor,banjir, pergerakan tanah, letusan gunung api dll) tapi kenapa kita terkesan nampak santai-santai saja? apakah nyawa saudara kita yang meninggal karena bencana hanya sekedar takdir saja? lalu kita tidak melakukan apa-apa.

       Coba kita contoh negara Jepang yang hampir sama dengan kita, yakni negara dengan tingkat bencana yang cukup tinggi. Jepang pernah mengalami gempa hebat dan juga tsunami dengan frekuensi yang cukup intens. Beberapa diantaranya, dikutip dari Tempo.com tercatat, ada sekitar lima gempa besar dengan korban meninggal cukup besar yang pernah mengguncang Jepang, yakni pada November 684 (100-1.000 jiwa), 1 September 1923 (142.800 jiwa), 17 Januari 1995 (6.434 jiwa), 11 Maret 2011 (15.894 jiwa) dan 22 November 2016 (15 luka). Sementara untuk gempa yang disusul tsunami, Jepang tercatat pernah enam kali mengalami tsunami dengan jumlah korban meninggal cukup besar yakni pada 20 September 1498 (sekitar 31.000 jiwa), 18 Januari 1586 (8.000 jiwa), 28 Oktober 1707 (30.000 jiwa), 24 April 1771 (13.486 jiwa), 15 Juni 1896 (27.122 jiwa) dan Maret 2011 (sekitar 2.000 jiwa). Meski masih terdapat korban jiwa, namun secara pasti, Jepang secara infrastruktur dan kesiapan sumber daya manusia telah siap untuk menghadapi bencana.
       Jika melihat dari segi anggaran, Jepang menganggarkan secara khusus 0,47 persen dari total pendapatan negara untuk menghadapi bencana. Sedangkan Indonesia dengan luas wilayah yang lebih besar dari jepang hanya menganggarkan 0,27 persen saja. Bahkan, anggaran untuk BNPB tiap tahunnya terus menurun. Jepang sangat paham betul jika negaranya cukup rawan bencana, sehingga Jepang mempersiapkan sistem pencegahan dari mulai teknologi bencana nya, kualitas bangunan dan masyarakat yang well educated masalah kebencanaan. Lalu bagaimana di Indonesia? Ya jika terjadi bencana, paling kita hanya di arahkan untuk lari dan menyelamatkan diri. Seharusnya wakil rakyat kita bisa lebih peka, jangan hanya studi banding masalah hal-hal yang kurang urgensinya, tetapi coba untuk studi banding ke negara-negara maju berkenanaan dengan mitigasi dan penanganan bencana alam secara profesional. Pembentukan Tagana dari unsur organisasi kepemudaan dan kemasyarakatan dirasa sudah tepat, namun harus lebih diperhatikan lagi program berjangka dan intensitas pelatihan bagi masyarakat di daerah rawan bencana. Selain itu, prioritas pembangunan infrastruktur juga tidak mengesampingkan permasalahan pencegahan bencana ini. Kemudian regulasi tentang pembangunan gedung bertingkat yang harus sesuai dengan kontruksi tahan gempa dan pembangunan dengan memperhatikan analisis dampak lingkungan. Peningkatan anggaran kebencanaan serta meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.

       Indonesia ada dan terbentuk karena peroses alam, bukan tidak mungkin juga Indonesia lenyap karena proses alam juga. Maka dari itu, sayangi alam kita, jaga alam kita, terus waspada pada setiap ancaman bencana, dan jangan lupa untuk muhasabah diri. Manusia hanya bisa berusaha, dan semoga negara kita diselamatkan dari berbagai musibah yang menimpa, aamiin!

Iklan