Hallo sahabat whoopys, kali ini mimin upload lagi lanjutan novel salah jurusan bagian IV. Kali ini kisah apa lagi yang terjadi pada Indra ya? apakah Indra kembali bertemu dengan Hestia dan mengungkapkan perasaannya? hmmm... langsung baca aja ceritanya ya :D
IV
TUMBUH
Hilang Tumbuh, Kering Lumpuh
Lara bersimpuh bagai tersambar guruh
Tanda langit menangis dan meringis
Hitam awan, hitam tanah, hitam raga dan hati gundah
Menyelimuti si tuan yang mencoba ramah
Semai benih di atas raga penuh pesona
Tumbuh dan merekah si bunga yang bak surganya dunia
Dahulu, itu adalah pertanda bahwa dia yang sempurna
Tapi, yang jasmani tak tentu kuasa, hilang diterjang arang
Lumpuh dan kering, abadi hanya cerita belaka......
***
“Berawal dari mata, indahnya senyuman, mengapa harus resah...berawal tatap mata...hangatnya sapamu, mengapa jadi gundah... tak kusangka kita sama... tlah menyimpan getar cinta...cinta... biar cinta gelora di dada, biar cinta memadukan kita........ ♪ ♪ ♪” “Woi Dra!” sapa Cinta teman kelasku yang menepuk pundakku dengan keras. “Aduhhh, apaan sih Cinta? Ngagetin aja!”, “Udah nemu buku sumber buat tugas kelompok kita nanti? Malah dengerin musik aja, sini coba aku mau dengerin” Cinta merebut salah satu ear phone ku. “Walah, lagu jaman kapan ini? Lagu apasih ini? Kayaknya aku pernah denger Dra.”, “itu lagu kahitna Cinta.. udah ahh sini balikin ear phone ku, aku udah nemu nih bukunya, bentar lagi kita ke kelas, nanti Pak Hasto marah, kita kan Cuma dikasih waktu setengah jam di perpus buat cari buku sumber.”, “Idihh, lagi kasmaran ya kau Dra? He.. cieee...”, “Kau juga lagi kasmaran sama Limbad kan? Kemarin aku liat kau jalan-jalan sama limbad.”, “Ishh, kata siapa? Perasaan nggak ada yang tahu kalo aku kemarin jalan-jalan sama Limbad.”, “Udah ahh, ayo ke kelas....”, “iya Dra, tunggu bentar... ishhhh...” aku dan Cinta pun bergegas untuk pergi ke kelas.
Selepas mata kuliah pak Hasto selesai, Ivan dan Cinta menghampiriku untuk mengajakku makan bareng di salah satu kedai bakso tempat favorit Cinta. “Eh Dra, aku sama Ivan mau makan bakso nih, mau ikut nggak?”, “Hmmm.. boleh lah, kebetulan aku lagi pengen bakso juga nih, emang mau makan bakso dimana?”, “di tempat langganan aku, bakso nya dijamin enak pokoknya Dra.”, “Di mana Cin tempatnya?”, “Ada di Cipanas, yuk ke sana, cuma 30 menit dari sini Dra.”, “Halah.. jauh amat Cinta? Tapi, yaudah deh.. ayo kesana.” Aku, Cinta dan Ivan pun pergi ke kedai bakso langganan Cinta dengan berkendara menggunakan sepeda motor. Ivan menggunakan motor sendiri, sedangkan aku harus membonceng Cinta yang bikin aku risih. Setiap kali membonceng Cinta, pasti cengkraman tangannya sangat erat seperti ular phyton yang melilit tubuh. Dan setiap kali aku berkendara agak kencang, helm ku pasti di geplak Cinta dengan keras. Parah banget ni cewek, kasian yang jadi pacarnya, mungkin tersiksa batin.
Setiba di kedai bakso langganan Cinta, ternyata tempatnya lumayan ramai, antriannya pun agak panjang, terpaksa kita harus bersabar untuk memesan. Setelah menunggu lama, akhirnya pesanan bakso yang kami tunggu-tunggu sampai, seharga 10 rbu, bisa dapet bakso urat ukuran jumbo kayak gini, rasanya enak, dan baksonya juga empuk banget, nggak salah kalo tempatnya rame. Udah harganya murah meriah muntah, baksonya enak pula. Ketika aku sedang menikmati bakso dibarengi dengan senda gurau bersama Ivan dan Cinta, tiba-tiba aku melihat geng Hestia, yang sedang mengantri untuk memesan bakso. Entah kenapa, setiap kali aku nongkrong, ni orang ada aja, pertanda jodoh atau emang kota ku ini sempit ya?
Tak lama setelah aku menatap geng Hestia, Hestia pun seketika itu tak sengaja menoleh ke arah ku dan dengan wajah sumringah nya, dia menyapaku dan menghampiriku. Melihat Hestia pergi dari antrian, Windy pun sadar bahwa ternyata aku ada di kedai bakso, dan dengan suara keras nya, lagi-lagi dia memanggil namaku di tengah keramaian pelanggan yang sedang menikmati bakso. “Indraaaa.... kok ada disini?” Setelah itu Puji pun ikut menyapaku dengan kalem, dengan suara yang agak sedikit serak, mungkin dia sedang terkena flu burung atau semacamnya. Karena dia terlihat menggunakan masker saat itu. Cinta dan Ivan pun agak sedikit kebingungan, karena sebelumnya mereka tidak mengenal mereka. Wajarlah, ketika OSPEK, tidak ada yang begitu dekat dengan Puji, Windy, dan Hestia, karena tidak sekelompok waktu itu.
Berhubung tidak ada tempat yang kosong di sekitar tempat duduk kami, Hestia dan teman-teman pun terpisah dari tempat kami makan. Namun, tiba-tiba notifikasi BBm ku berbunyi. Ternyata ada undangan dari seseorang, setelah aku accept, dan aku lihat recent updates, ternyata ada fotonya Hestia, berarti itu BBm Hestia. Lalu kemudian ada pesan masuk ke BBm ku, “Dra, habis makan bakso anter aku jalan-jalan yuk, kamu lagi ada waktu nggak?” Antara terkejut dan senang, tapi ada sedikit tanya dalam hati ini, kenapa tiba-tiba Hestia mau ngajak aku jalan-jalan? Tidak biasanya. Untuk menjawab rasa penasaranku itu, akupun membalas chat Hestia, “hmm, iya Hestia, boleh, emang mau kemana? Kenapa nggak minta anter sama puji atau windy?”, “Lagi pengen aja ditemenin kamu Dra, boleh kan?” balas Hestia. Berdasarkan pengalaman panjangku mengamati tentang wanita, sepertinya Hestia sedang galau, makannya dia mengajak teman lelaki yang dekat dengannya untuk menemani dia main, hanya sekedar untuk menyenangkan perasaan dia aja. Mungkin itu hanya asumsi, tapi biasanya benar.
Setelah selesai makan di kedai bakso, akhirnya aku meminta ijin kepada Cinta dan Ivan untuk pergi dengan Hestia. Sedikit lega juga karena aku tidak harus membonceng Cinta lagi, biarkan Ivan merasakan geplakan maut Cinta. Windy dan Puji pun pulang, sedangkan aku dan Hestia, ya... untuk pertama kalinya aku membonceng Hestia, ahhh... wangi aroma parfum nya menusuk hidungku, entah mimpi atau tidak, aku merasa saat ini aku sedang diatas angin. Andai Hestia menjadi milikku seutuhnya. “Dra, kita main ke gantole aja yuk! mau nggak?” tanya Hestia, “Gantole? Aku belum pernah kesana Hestia, tapi boleh deh.. ayo kesana.” Sekitar 45 menit perjalanan dari kedai bakso, akhirnya aku dan Hestia pun sampai di gantole. Aku belum pernah ke tempat ini sebelumnya, tapi suasananya benar-benar sejuk, karena tempat ini berada di ketinggian yang dikelilingi oleh perkebunan teh, dan biasanya tempat ini khusus digunakan oleh para penggemar olahraga yang memicu adrenalin, yakni paralayang. Namun, tempat ini juga terbuka untuk umum, karena spot nya yang keren, kita bisa melihat view kota bogor dari sini, sangat indah sekali. Entah mengapa Hestia mengajakku kesini, tapi dalam keadaan seperti ini, aku tak peduli alasan apa, yang pasti aku saat ini bersama Hestia. Benar-benar cantik, aku tak bisa memalingkan pandanganku daripadanya.
Namun seketika, aku terhenyak karena Hestia tiba-tiba memanggilku. Aku seperti layaknya seorang yang sedang melamun lalu kemudian dikagetkan. Ya begitulah, mungkin saat itu aku berada dalam mode antara melamun dan berharap.
“Dra!” sapa Hestia.
“Mhhh...eh..iya Hes, ada apa?”
“Kamu kenapa sih Dra? Liatin aku sambil kayak orang ngelamun gitu? Terpesona sama aku ya Dra?” tanya Hestia bercanda.
“Mhh...enggak Hes, tapi.. iya deng, aku tersepona.. eh, terpesona maksudnya..duh, salah ngomong.” timpalku dengan agak sedikit salah tingkah.
“Hahaha....kamu lucu Dra. Mau aku bawa pulang kerumah ahh, lumayan buat hiburan di rumah.”
“Emang aku boneka beruang Hes? Tapi kalo mau dibawa pulang nggak apa-apa sih Hes, aku ikhlas... bawa aku Hes, bawa aku... haha..”
“Haha..Indra..Indra...” Hestia tertawa lepas, lalu kemudian perlahan mulai serius dan bertanya padaku “Dra, kamu udah punya pacar?” tanya Hestia padaku.
“Eh, emang kenapa Hes? Enggak, aku nggak punya. Dulu sempet punya sih, tapi.... ya begitulah.” jawabku dengan tidak terlalu membahas panjang lebar masalah pribadiku pada Hestia.
“Ooh, gitu ya... menurut kamu, ribet nggak sih pacaran itu? Ya.. kamu tau lah Dra, kadang untuk membuat komitmen itu mudah, tapi persistence pada komitmen itu yang susah. Duh, maaf ya Dra.. aku jadi curhat sama kamu nih..”
“Emhh, iya Hes, nggak apa-apa kok, santai aja kali. Kalo kamu mau curhat, curhat aja.. tapi aku nggak janji jadi problem solve yah Hes.. karena aku sendiri gagal dalam bercinta.. haha” candaku pada Hestia yang sedang serius.
“Hahaha....gagal dalam bercinta Dra? kamu ada-ada aja.” balas Hestia sambil tertawa.
“Ahh Hestia, kamu yang aja-aja ada.. haha.” balasku kembali bercanda pada Hestia.
“Udahh ah Dra, kamu bikin aku sakit perut, ketawa mulu. Pengen serius curhat nih. he...”
“Oke Hes, silahkan! I’m listening...”
“Aku udah mulai nggak nyaman sama pacarku Dra, aku pengen putus dari dia. Aku pacaran sama dia udah 4 tahun, tapi belakangan ini, entah kenapa dia mulai cuek sama aku, udah nggak seperti dulu lagi. Mungkin karena aku yang kekanak kanakan atau karena aku yang mungkin selalu menuntut dia harus begini dan begitu, tapi itu demi kebaikan dia juga sih. Aku tau dia lebih dewasa, karena umur kita beda 3 tahun sama dia. Dan sekarang dia lagi semester akhir, dia kuliah di Bandung. Terpaksa kita harus LDR. Dan aku selalu optimis sama dia, meskipun kita LDR, tapi karena kita udah buat komitmen, ya aku nggak khawatir sama sekali, meski sebenernya dalam hati kecilku, aku sangat khawatir Dra. Ditambah lagi, dia ada rencana lanjutin kuliahnya di luar negeri. Jadi, aku nggak tau harus tetap jalanin kisah ini apa enggak? dan yang membuat aku ragu sama dia, karena aku sempat mergokin di HP nya ada foto cewek lain, walaupun akhirnya aku luluh lagi karena penjelasannya. Dan aku juga cinta sama dia. Aku nggak mau kehilangan dia. Menurutmu gimana Dra?”
Aku sedikit terhanyut dalam cerita Hestia, dan entah kenapa, aku merasa terintimidasi dengan pacar Hestia secara tidak langsung. Karena bayanganku, pria ini emang bener-bener pria, pintar, tampan, dan... kaya.... damn! setelah lulus, dia mau kuliah lagi ke luar negeri. Aku keluar rumah aja kadang males, apalagi keluar negeri... ckck.. sungguh mengerikan pria ini. Tapi aku jadi penasaran siapa sosok pacar Hestia ini sebenarnya?
“Dra! hello.....”
“Eh, iya Hes, gimana?” tanyaku dengan wajah agak linglung karena sebelumnya aku malah melamun.
“Kok malah diem sih? gimana itu pertanyaan aku?”
“Ooh iya hes, ya kalo menurutku sih wajar aja kalo kamu seperti itu, namanya juga LDR. Tapi kamu kan masih bisa komunikasi sama dia lewat BBm, voice chat, atau video call. Kamu juga bisa mengunjungi dia ke Bandung, dari sini ke Bandung paling cuma 2 jam kan Hes? jadi ya, bangun kepercayaan aja. Sayang lo, udah 4 tahun masa harus berakhir gitu aja?” walaupun sebenarnya dalam hati ini, aku berharap Hestia putus. Tapi aku berusaha untuk tidak terlalu nafsu dalam hal ini. Jika memang Hestia jodohku, toh nanti akan ada jalannya tanpa aku harus memaksakan kehendak.
“Iya sih Dra, memang sebenarnya.................” obrolanpun tampak terasa berarti bagiku tiap menitnya, hingga aku sadari bahwa kita sudah berjam-jam mengobrol dengan asik. Langit sudah berubah menjadi hitam abu-abu, pertanda bahwa sebentar lagi akan hujan. Aku dan Hestia yang menyadari hal tersebut, segera bergegas untuk kembali pulang. Karena aku tidak membawa jas hujan, dan Hestia pun tidak memakai jaket tebal, mau tidak mau, jika ditengah perjalanan mulai turun hujan, kami harus berteduh.
Sesaat setelah kami pergi dari Gantole, hujan pun turun dengan begitu derasnya. Kami berteduh di pinggir emperan toko yang kebetulan sedang tutup. Jadi kami bisa berteduh di depannya. Sudah hampir satu jam hujan tidak kunjung reda. Waktu juga sudah semakin sore. Aku khawatir kami pulang hingga larut malam. Udara juga semakin dingin. Hestia nampak kedinginan karena sebelum berteduh, kami sempat kehujanan dan membuat pakaian kami sedikit basah.
Daripada menunggu hujan benar-benar reda, aku memutuskan untuk memberikan jaketku pada Hestia, karena Hestia terlihat sekali sangat kedinginan. Dengan kondisi agak gerimis, kamipun bergegas pulang, dan aku mengantarkan Hestia hingga tepat di depan rumahnya. Tidak banyak mengobrol atau berbincang, aku yang juga sudah sangat kedinginan memutuskan langsung pulang setelah mengantarkan Hestia. Terlihat seperti superhero yang sangat menghormati wanita dengan memberikan jaketnya, namun seketika sampai di rumah, aku tumbang. Demam pun tak dapat dihindari, namun ada hal yang membuatku bahagia saat itu. Hestia berterimakasih padaku lewat BBm dengan di akhiri emoticon hati. Ya...... mungkin aku masih bisa berharap! Sekedar jadi teman tapi mesra juga tidak apa-apa. Hati ini masih bisa tumbuh dengan adanya harapan darinya.......
***